PADANG, METRO–Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan berbagi peran dengan perguruan tinggi (PT) terkait pengelolaan karir dan profesi dosen. Direktur Sumber Daya Direktorat Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek, DR. Mohammad Sofwan Effendi, M.Ed mengatakan, dengan berbagi peran, maka Kemendikbudristek nantinya menentukan perguruan tinggi mana yang layak memenuhi kriteria menerima kewenangan pengelolaan penuh tersebut.
“Salah-satunya, menilai dan menetapkan guru besar di lingkungan kampus. Jadi tidak ada peran Direktorat Diktiristek untuk penetapan guru besar. Yang tidak lolos aman-aman saja, kalau tidak lolos tunggu aturan baru. Biar saja perguruan tinggi seperti UNP saja yang menetapkan dan menilai. Tapi ada aturannya. Jadi kewenangannya perguruan tinggi yang memenuhi kriteria saja. Saat ini sedang disusun kriterianya,” terang Sofwan Effendi saat memberikan kuliah umum di Auditorium UNP, Rabu (21/2).
Melalui kuliah umum yang mengusung tema “Pengembangan Karir Dosen ke Depan” itu, Sofwan Effendi menambahkan, Kemendikburistek menyiapkan konsep regulasi baru. Konsep tersebut hadir karena melihat adanya tiga masalah besar yang membebani para dosen saat ini.
Pertama, beban administrasi dosen yang terlalu tinggi. Seperti administrasi karir dan status PNS/ASN-nya. Kedua, selama ini yang terjadi Kemendikbudristek yang mengatur para dosen. Padahal dosen punya perguruan tinggi. Padahal Undang-undang (UU) tentang Guru dan Dosen tidak pernah diatur, hanya menyatakan dosen wajib memenuhi kriteria 12 SKS seluruh Tri Dharma, tidak dihitung bebannya sepeti apa.
“Artinya, mestinya diserahkan saja ke perguruan tinggi. Mau pendidikan 80 persen, penelitiannya 10 persen, pengabdiannya 10 persen, terserah. Kenapa kementerian yang mengatur? Kenapa kementerian bikin aturan sendiri sibuk sendiri. Padahal dari dosen ke dosen. Misalnya usulan UNP yang dinilai dari Guru Besar UNP. Apa bedanya kalau dikembalikan ke UNP saja, silahkan dinilai, kita bikin aturannya bikin regulasinya, jadi wasit saja,” tegasnya.
Ketiga, menurut Sofwan Effendi, pemerintah selama ini dinilai terlalu intervensi dalam penetapan karir dosen. Bahkan menentukan guru besar saja harus ditandatangani Mendikbudristek. Padahal untuk jadi guru besar dari karir seorang dosen perjalanannya panjang.
Sekarang melalui konsep regulasi yang baru, diatur dalam aturan Mendikbudristek dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (PANRB). Mendikbudristek mengatur semua dosen, baik itu dosen PNS/ASN, dan PPPK dan Non ASN. Sementara Menteri PANRB hanya mengatur dosen ASN. “Itu saja bedanya regulasi baru. Yang digeser adalah kementerian hanya menyusun kebijakan strategis dan arah transformasi pendidikan tinggi. Bentuknya Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK). Kedua memberi dukungan yang kuat kepada perguruan tinggi agar mampu atau lebih mampu dari yang sekarang,” terangnya.
Kemendikbudristek juga mendorong perguruan tinggi seperti UNP mengelola tunjangan para dosen. Jadi uang tunjangan dosen tidak lagi dari Kementerian Keuangan langsung kepada dosen. Karena begitu ada satu dosen pindah, maka dibawa pindah semuanya. UNP tidak hanya kehilangan dosen, tapi juga keuangannya, karena uangnya di rekening dosen. “Ke depan uang tunjangan itu diberikan ke UNP. Jadi UNP yang mengatur. Supaya dosen yang produktif dapat tambahan. Yang kurang produktif dikurangi presentasenya. Jadi ada kelompok dosen yang menerima tunjangan 120 persen, ada yang 100 persen ada yang kurang 100 persen. Kebijakan diatur perguruan tinggi masing masing,” terangnya.
Sofwan Effendi juga mengungkapkan, Kemendikbudristek nantinya juga melakukan fungsi pembinaan melalui monitoring dan evaluasi (monev). Jadi Kemendikbudristek nantinya membuat aturan, memfasilitasi dan melakukan pendanaan, kemudian baru dimonitoring dan evaluasi. “Jadi, inilah tiga poin ini yang dikerjakan Kemendikbudristek. Jika ada perguruan tinggi yang begitu mudah meloloskan profesor tidak sesuai kriteria nasional, maka bisa dicabut oleh kementerian,” tegasnys.
