SUDIRMAN, METRO – Peneliti Politik dari Universitas Andalas (Unand), Ilham Adelano Azre mengatakan, kehadiran para incumbent ini sangat rawan dengan pemanfaatan fasilitas negara. Sebagaimana yang diketahui, para calon tidak dibenarkan memanfaatkan fasillitas negara dan anggaran daerah untuk memuluskannya maju di pertarungan nanti.
”Pada prinsipnya, memakai APBD ini tidak boleh. Secara tidak langsung ketika mereka (caleg) memperjuangkan aspirasi mengingatkan memori pemilih untuk mengingat dia. Maka aliran dana itu posisinya akan abu-abu. Nah kebanyakan caleg-caleg incumbent main di sana,” kata pria yang akrab disapa Azre ini, Kamis (14/2) saat dihubungi.
Azre meminta, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) agar serius dalam mengawasi setiap gerak gerik incumbent ataupun calon non petahana saat melalukan kegiatan yang dilaksanakan maupun yang dihadiri mereka. Mengingat rentannya penyimpangan penggunaan APBD.
“Maka kejelian Panwaslu untuk mengikuti kegiatan para incumbent dari awal, ini menjadi poin tersendiri. Karena memang kecendrungan penyelewengan dana APBD bisa dilihat dari sana (kegiatan, red). Apakah menggunakan anggaran daerah atau tidak,” kata Azre lagi.
Azre mengakui, dana APBD sangat rawan digunakan oleh caleg yang kini duduk sebagai anggota dewan atau incumbent. Menurut dia, dengan dalih untuk menjalankan program pembangunan, namun di dalamnya disisipi pula kegiatan kampanye caleg tersebut kepada masyarakat.
“Misalkan ada masyarakat mendapatkan bantuan yang diberikan dari anggota dewan. Ada seperti itu kita dengarkan, melalui bank daerah atau macam-macam lah. Artinya kan dana-dana (APBD, red) itu cenderung untuk dimanfaat sebagai mengingatkan memori pemilih,” ujar Azre.
Oleh karena itu, Azre juga meminta, masyarakat untuk jeli dan paham terhadap setiap kegiatan yang dilakukan caleg. Jangan sampai anggaran untuk pembangunan dan peningkatan pelayanan publik, disalah gunakan untuk kepentingan caleg dalam memenangkan pertarungan pesta demokrasi.
“Karena pengawasan pemilu ini kan tidak hanya datang dari panwaslu. Maka edukasi dari panwaslu kepada pemilih juga diperlukan, bagaimana jika menemukan hal-hal seperti itu. Sehingga masyarakat lebih berani mempertanyakan ketika ada caleg membeirkan bantuan, aliran dananya dari mana,” tukas Azre.
Pengamat Politik, Muhammad Taufik dari UIN Imam Bonjol Padang mengatakan, bahwa harusnya ada aturan yang membuat anggota dewan yang kembali menjadi caleg untuk tidak bisa menggunakan anggaran negara dalam masa kampanye.
“Harusnya ada aturan seperti di pemilihan eksekutif, yang pada masa kampanye calon tersebut dicutikan. Otomatis tidak bisa menggunakan anggaran pemerintah untuk kepentingannya pribadi,” katanya.
“Harusnya pada legislatif ini diperlakukan sama. Hal ini tentu akan menimbulkan ketidakadilan bagi para pemula dengan para incumbent, dan itu harus dipikirkan menurut saya. Ada keadilan yang mesti dipertimbangkan, tidak hanya pada aspek kebolehan dalam normatif tetapi juga aspek politik,” tukasnya.
Taufik pun juga berpesan, masyarakat mesti benar-benar cerdas dalam melakukan pilihan. Masyarakat harus bisa membedakan mana yang layak duduk sebagai wakilnya di DPRD atau tidak.
Sementara itu, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumbar, Vifner menyebutkan, pihaknya melalui pengawas di kabupaten/kota, akan mengawasi setiap kegiatan yang dilaksanakan dan diikuti oleh sejumlah incumbent yang ikut mencalon pada pemilu 2019.
“Apakah menggunakan fasilitas negara atau program pemerintah dalam berkampanye, kalau ditemukan maka konsekuensinya tentu ada. Sanksinya pidana. Nanti kami melalui pengawas yang ada di Kabupaten kota dan kecamatan yang akan turun langsung ke kegiatan mereka, setiap kegiatan diamati dan diawasi oleh pengawas,” kata Vifner.
Selain pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu dan pengawas lapangan, Vifner juga berharap partisipasi masyarakat untuk ikut mengawasi baik itu penggunaan fasilitas negara ataupun anggaran negara dalam kegiatan yang berkaitan dengan kampanye.
“Perlu kesadaran dari caleg untuk tidak memanfaatkan fasilitas yang ada dalam berkampanye, misalnya penggunaan mobil dinas, rumah dinas, aktivitas rapat dan pengumpulan massa di fasilitas milik pemerintah, konsumsi, dan sebagainya,” terang Vifner.
Sebelumnya diberitakan sebelumnya, Anggota Komisi V DPRD Sumbar, Hj Rahayu Purwanti menyentil kolenganya yang menggunakan dana pemerintah untuk kepentingan kampanye. Apalagi dengan jelas-jelas “menunggangi” dana APBD untuk kepentingan terpilih kembali pada Pemilu 2019, atau naik kelas ke lembaga parlemen lebih tinggi.
“Kami melihat hal itu merupakan pendidikan politik yang salah. Penerima manfaat program yang didanai negara diwajibkan memilih anggota dewan yang hanya menyalurkan saja. Padahal mereka hanya menggunakan pokok- pokok pikiran DPRD saja. Baik tingkat kabupaten/kota ataupun provinsi. Caleg incumbent DPR RI juga seperti itu,” kata kader PKS ini. (mil/heu)