“Erupsi yang melanda, menjadikan harga hasil pertanian itu turun drastis sebab kondisi hasil pertanian yang kita panen itu belum masuk masa panen sudah dilakukan pemanenanny. Sehingga harga komoditinya misalnya 5 ribu perkilo menjadi 3 ribu perkilo. Yo, baa lai, dari pado tatungkuik, bialah tateleng,”ucap Rahmad.
Dirinya tidak bisa berbuat banyak dengan keadaan seperti ini. Ia biasa hanya berdoa agar kondisi ini bisa berlalu dengan cepat. Namun ia tidak berdiam diri juga dirumah. Tetap melakukan aktivitas di lokasi pertanianya itu yakni menyelamatkan tanaman yang masih ada sehingga kebutuhan ekonomi keluarga tidak terganggu.
“Kalau debu Gunung Marapi tidak terlalu banyak bisa dilakukan penyisipan tanaman. Namun kalau debu Gunung Marapi banyak, Saya langsung pulang menyelamatkan diri agar terhindar dari debu yang bisa membuat nafas sesak dan ini rata-rata kegiatan tersebut dilakukan para petani di daerah kami ini,”ujarnya.
Rahmad menambahkan ketakutan yang mendasar bagi para petani di lereng kaki Gunung Marapi ini adalah ketika kondisi lebih memburuk. Contohnya letusan Gunung Marapi ini mengeluarkan lahar panas, tentu aktivitas sebagai petani akan terhenti secara total. Kalau sudah berhenti secara total tentu ekonomi akan lumpuh secara total pula.
“Namun kami yakin, dibalik gelap akan timbul terang, dibaliknya susah akan timbul senang, yang jelas kita tidak lupa bertawakal yakni dikarenakan tawakal sebagai wujud iman seorang muslim kepada penciptanya,”harapnya. (pry)
