Kondisi tersebut dapat berpotensi menyebabkan terjadinya akumulasi tekanan di dalam tubuh gunungapi yang dapat menyebabkan terjadinya erupsi dengan energi yang meningkat dan jangkauan lontaran material pijar yang lebih jauh dari pusat erupsi. Oleh karena itu potensi ancaman bahaya Gunung Marapi juga dapat menjadi lebih luas.
Yaitu jika pasokan magma dari kedalaman terus berlangsung dan cenderung meningkat maka erupsi dapat terjadi dengan energi yang lebih besar dengan potensi ancaman bahaya dari lontaran material vulkanik berukuran batu , lapili, atau pasir diperkirakan dapat menjangkau wilayah radius 4,5 km dari pusat erupsi atau Kawah Verbeek. Sedangkan untuk ancaman dari abu erupsi dapat menyebar lebih luas yang tergantung pada arah dan kecepatan angin.
“Material erupsi yang jatuh dan terendapkan di bagian puncak dan lereng Gunung Marapi dapat menjadi lahar saat bercampur dengan air hujan. Oleh karena itu terdapat potensi bahaya dari aliran banjir lahar pada lembah aliran sungai-sungai yang berhulu di bagian puncak Gunung Marapi. Lalu terdapat potensi bahaya dari gas-gas vulkanik beracun seperti gas CO2, CO, SO2, dan H2S di area kawah atau puncak Gunug Marapi,” ujar Hendra.
Hendra mengimbau masyarakat di sekitar Gunung Marapi agar tidak memasuki dan tidak melakukan kegiatan di dalam wilayah radius 4,5 km dari pusat erupsi (Kawah Verbeek) Gunung Marapi. Masyarakat yang bermukim di sekitar lembah bantaran sungai-sungai yang berhulu di puncak Gunung Marapi diminta agar selalu mewaspadai potensi dan ancaman bahaya lahar yang dapat terjadi terutama di saat musim hujan.
“Jika terjadi hujan abu maka masyarakat diimbau untuk menggunakan masker penutup hidung dan mulut untuk menghindari gangguan saluran pernapasan (ISPA), serta perlengkapan lain untuk melindungi mata dan kulit. Selain itu agar mengamankan sarana air bersih serta membersihkan atap rumah dari abu vulkanik yang tebal agar tidak roboh,” tutupnya. (*)
