Sebagai tempat yang akan dibangun RDF tersebut, Pemko Padang memiliki lahan seluas 33 hektare, namun yang baru dikuasai baru 18 hektare. Namun, di lahan seluas 18 hektare tersebut, 90 persen sudah dipenuhi sampah.
“Pemko Padang memiliki lahan disini seluas 33 hektare, yang baru dikuasai baru 18 hektare. Dan, di lahan seluas 18 hektare ini pun sudah digunakan sebanyak 90 persen. Jadi kita memang dalam posisi yang sangat rawan dan kita sangat mengandalkan RDF ini cepat selesai,” ulasnya.
Menjelang pembangunan RDF yang menelan anggaran sebesar Rp128 miliar itu selesai, Pemko Padang akan terus menekankan pengolahan pengurangan sampah seperti bank sampah.
“Sementara 1,5 tahun ini selesai pembangunan RDF, cara-cara konvensional ini tetap dilaksanakan walaupun belum menyelesaikan masalah, kita tentu perlu mengedukasi serta mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa pengolahan sampah secara mandiri itu penting,” katanya.
Sementara Direktur Operasi PT Semen Padang, Indrieffuonny Indra, mengatakan PT Semen Padang akan membutuhkan lebih banyak lagi produk RDF sebagai pengganti penggunaan batubara yang di hasilkan tersebut. Karena, menurutnya PT Semen Padang membutuhkan setidaknya 5000 ton batubara perharinya.
“Kalau kita lihat dari program PT Semen Padang dalam hal penggunaan bahan bakar alternatif sebagai pengganti penggunaan batubara, 100 ton ini masih sangat kecil. Saat ini kita menggunakan bahan bakar alternatif 2 persen dari jumlah batu bara yang digunakan,” katanya.
Selain itu, PT Semen Padang siap untuk memaksimalkan potensi bahan bakar alternatif pengganti penggunaan batubara seperti tandan sawit kosong, pohon kaliandra, sampah hasil program nabung sarok, SBE dan lainnya.
“Kita akan memaksimalkan semua bahan bakar pengganti batubara yang ada di Sumatera Barat ini. Hingga akhir tahun 2026 sebesar 16 persen dari jumlah batubara yang digunakan,” tutup Indrieffuonny. (brm)




















