Sementara, orang tua korban, Elsa mengatakan bahwa korban tidak berani mengadu karena mendapat intimidasi dan ancaman dari sang pelatih.
“Anak saya tidak berani mengadu ke sana, dan ke sekolah di SMA 4 Sumbar. Jika kedapatan mengadu, anak saya bersama tiga rekannya yang lain diancam dikeluarkan dari PPLP jika ketahuan mengadu dan melaporkan tindakan kekerasan yang diterimanya,” ucapnya.
Ditambahkan oleh keluarga korban yang lain, selain melakukan kekerasan dan intimidasi, korban juga menahan ATM milik adiknya serta meminta pin ATM-nya.
“Selain mendapat penganiayaan dan kekerasan, ATM adik saya ditahan oleh pelatihnya. Selain itu, pelatih juga meminta nomor pin dari ATM adik saya yang disitanya. Tentu ini sangat melanggar privasi,” jelas Rangga salah seorang kakak korban yang juga merupakan pelatih judo di Pessel.
Sementara, salah seorang korban bernama Zilfia mengaku ditampar oleh pelatih. Bahkan, kekerasan fisik yang dialaminya sudah berjalan lebih kurang dua tahun ini.
“Kami ditampar pakai sandal, kepala kami dipukul dengan ponsel, perut kami ditinju, kaki kami dicambuk dengan ranting kayu oleh pelatih. Semua penganiayaan yang kami dapat, karena salah menjawab pertanyaan saja. Selain itu, kata-kata kasar acap kali dilontarkan pelatih kepada kami,” ucapnya. (brm)
















