Berbeda dengan PAN yang getol mengampanyekan Menteri BUMN Erick Thohir, Golkar sepertinya lebih tenang. Meski ada lagi sumber yang menyebut, Airlangga selalu bolak-balik Jakarta-Surakarta untuk memastikan masuknya Gibran ke gelanggang. Langkah itu sepertinya juga sudah dikomunikasikan oleh Airlangga kepada senior, sepuh dan pinisepuh Golkar.
Bahkan sampai Golkar disebut siap menjadi partai lanjutan bagi Gibran, yang hampir pasti menerima sanksi pemecatan dari PDIP. Karena PDIP sudah mendeklarasikan diri mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang pasti tidak akan mentolerir adanya ‘pengkhianatan’ terhadap partai dan juga Megawati Soekarnoputri.
Mungkin itu pulalah yang dicatat sejarah, Partai Golkar adalah tempat ‘launching’ Gibran sebagai Cawapres. Tepatnya saat dia menghadiri Rapimnas Partai Golkar di Kantor DPP, Sabtu (21/10/2023). Gibran tiba di Kantor DPP Golkar pada Pukul 12.50 WIB. Kedatangannya disambut petinggi Partai Golkar. Ia mengenakan baju batik berwarna coklat kekuningan.
Ketum Golkar Airlangga Hartarto mengatakan Golkar resmi mengusung Gibran sebagai bacawapres Prabowo Subianto. Hal itu berdasarkan keputusan Rapimnas Golkar. Gibran kemudian menerima surat keputusan Rapimnas yang berisi penunjukkan Gibran sabagai bakal calon wakil presiden. Usai menerima surat keputusan Rapimnas, Gibran mengapresiasi hasil Rapimnas Golkar siang hari ini.
Sebenarnya, saat ke Sumbar beberapa hari lalu, Jokowi juga sempat dipancing soal PDIP ini. Tapi, tak ada tanggapan resmi. Soal Gibran ke Golkar ini memang sudah menguat dan hampir dipastikan jadi. Tapi, belum adanya sanksi tegas dari PDIP membuat banyak orang menunggu, apa yang akan terjadi. Apakah PDIP akan memecat Gibran, atau Gibran yang akan mundur.
Menariknya, isu Gibran ini disamakan dengan Jusuf Kalla (JK) saat Pilpres 2004 mendampingi Capres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, JK masih berstatus kader Golkar, tapi mau bergabung dengan SBY dari Partai Demokrat. Golkar mendukung Wiranto sebagai Capres dan Salahuddin Wahid (Gus Solah) sebagai Cawapres.
Bahkan, saat pasangan Wiranto-Salahuddin gagal maju ke putaran kedua, Golkar lebih memilih mendukung Megawati-Hasyim Muzadi. Dan akhirnya Pilpres dimenangkan SBY-JK yang diusung Demokrat, PKB, PKS, PAN, PBB dan PKPI di putaran kedua. Saat itu, JK tidak mendapatkan sanksi apa-apa dari Partai Golkar. Bahkan, dia terpilih sebagai Ketua Umum Golkar.
JK menjadi Ketum Golkar periode 2004-2009 pada Munas VII Partai Golkar di The Westin Resort, Nusa Dua, Badung, Bali 18 Desember 2004). Menarik sekali hal ini kalau dikait-kaitkan dengan Gibran. Apakah jika Prabowo-Gibran menang, maka Gibran akan disodorkan jabatan Ketua Umum PDIP? Apalagi putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep sudah resmi menjadi Ketua Umum PSI.
Atau PDIP malah memberikan jabatan itu kepada Jokowi. Jabatan ketua partai juga yang diemban SBY pascalengser dari kursi Presiden. SBY pernah menjadi Ketua Umum Demokrat, sebelum dilanjutkan oleh putra sulungnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Mungkin ini terlalu jauh, tapi soal Gibran dan PDIP ini akan terus mengapung sampai ada kepastian.
Semua menunggu. Idealisme terhadap partai hari ini memang agak sulit dipertahankan. Pilpres, Pilkada dan Pemilu dengan gampang mengubah idealisme seorang kader partai dan beralih ke partai lain. Asal apa yang sedang dikejar bisa didapat. Seperti kata pengusaha mobil asal Amerika Henry Ford, “Seorang idealis adalah orang yang membantu orang lain untuk menjadi makmur.” Tapi yang terjadi hari ini seperti sebaliknya. Ya kita lihat saja gimana dalam beberapa waktu ke depan. (Wartawan Utama)
















