Ia juga menambahkan, menurunnya penjualan kerupuk itu terjadi karena harga beli ubi yang murah sehingga produksi kerupuk melimpah karena banyak masyarakat yang memproduksi.
“Harga beli ubi yang turun dari harga Rp. 2.0000 ke Rp. 1.000 berdampak dengan banyaknya produksi kerupuk oleh masyarakat, sehingga harga jual dipasaran turun. Biasanya kita menjual kepada pedagang seharga Rp. 9500 per ikat isi 100 buah kerupuk, namun saat ini hanya Rp. 8.000,” tambahnya.
Melimpahnya ubi kayu dipasaran menurut Tesia juga diakibatkan oleh pedagang oleh-oleh yang memilih menanam sendiri ubi kayu untuk kebutuhan mereka, sehingga ubi kayu hasil panen masyarakat/petani tak lagi terbeli.
“ Ubi kayu yang melimpah dipasaran saat ini juga terjadi akibat pengusaha oleh-oleh (Kerupuk Sanjai) yang lebih memilih menanam sendiri ubi untuk kebutuhan usaha mereka dibandingkan membeli hasil tani masyarakat, sementara diwaktu bersamaan petani juga panen dan hasilnya juga melimpah,” ucapnya. (uus)



















