Jokowi katanya juga akan singgah di SMKN 1 Pariaman untuk melihat aktivitas belajar siswa, baik saat praktik maupun kegiatan lainnya. Setelah itu, Jokowi direncanakan akan mengunjungi Lubuk Basung, Agam dan Kota Padang. Entah jadi atau tidak, kita lihat saja. Karena, kini masyarakat Sumbar akan kembali terhubung dengan putra Jokowi yang maju Pilpres bersam Prabowo.
Di periode keduanya menjadi Presiden, Jokowi seperti enggan berkunjung ke Sumbar. Apakah ada kaitannya dengan kekalahan telaknya di dua kali Pilpres atau tidak, tak pasti juga. Yang jelas, selama 2014-2019, ada beberapa kali Jokowi ke Sumbar, dan itu cukup merata. Seperti 8 Oktober 2015 ternak sapi di Padang Mengatas di Kabupaten 50 Kota hinga meninjau Kawasan Wisata Bahari Terpadu (KWBT) Mandeh di Pesisir Selatan.
Selanjutnya 12 April 2016 membuka latihan Multilateral Angkatan Laut Komodo 2016. Tak berapa lama, 4-6 Juli 2016 datang lagi menyempatkan diri untuk menunaikan Sholat Idul Fitri 1437 Hijriah di Mesjid Raya Sumatra Barat. Masi ada lagi 7-9 Februari 2018 untuk menghadiri perayaan puncak Hari Pers Nasional (HPN) di Padang.
Terakhir saat meresmikan pengoperasian KA Bandara Minangkabau Ekspres, pembagian 510 sertifikat tanah masjid dan mushalla, hingga peresmian kampus II pesantren modern terpadu Prof Dr Hamka di Aie Pacah, Koto Tangah Padang 21 Mei 2018.
Setidaknya, tahun ini mungkin saja menjadi tahun terakhir kunjungan Jokowi ke Sumbar. Terlepas dari anaknya maju Pilpres atau tidak pada 2024. Jokowi mungkin tak punya dendam apa-apa dengan Sumbar, tapi politik tak semudah itu. Opini publik yang sekarang diambil perannya oleh netizen, kadang lebih kejam dari apa yang terjadi. Bahkan, berulang-ulang kali Jokowi ke Sumbar, tak mengubah suara orang Minang kepadanya, bahkan anjlok dari Pilpres sebelumnya.
Apakah Jokowi akan ‘menyosialisasikan’ Gibran di Sumbar, pastinya tidak. Tapi, Jokowi adalah politisi yang piawai memainkan media. Saat ada kesempatan diwawancarai banyak media, pasti tak akan lari dari tema Gibran pendamping Prabowo. Apa yang akan disampaikan Jokowi ya akan normatif, “Sebagai orang tua, tugasnya ya memberi restu dan mendukung.”
Soal bagaimana PDIP akan marah, dan sanksi yang akan diterima Gibran sampai Jokowi, dia tak akan pernah terlalu memikirkan. Karena hari ini, Jokowi seperti ingin bebas dari kekuatan besar yang selalu membelenggunya selama ini. Dia ingin menyatakan diri, kalau dia adalah Presiden, bukan petugas partai. Meski memang, ada partai yang mendukungnya sejak lama, dan itu bukan hanya PDIP.
Kedatangan Jokowi di Sumbar, pastinya tidak akan berpengaruh kepada pencalonan Gibran, apalagi Prabowo di Ranah Minang. Pasangan Prabowo-Gibran, bisa saja lepas dari bayang-bayang Jokowi, karena saat ini pemilih sudah bisa menentukan arah mereka sendiri. Tak terlalu fanatik dengan satu calon, tapi tak pula ingin meremehkan calon lain. Karena, dengan potensi suara pemenang yang sangat sedikit, setidaknya 10 tahun terakhir Sumbar sudah menjadi Provinsi ‘oposisi’ yang mati gaya karena kurangnya dana pusat.
Terserah saja, mau Jokowi hadir atau tidak. Yang jelas, Sumbar adalah daerah yang tidak akan pernah ‘terjajah’ dengan konflik kepentingan elite, sampai apa yang sedang digandrungi orang se-Indonesia. Sumbar adalah Sumbar, yang punya jati dirinya sendiri.
Soal siapa yang akan dipilih pada Pilpres 2024, baiknya kita mengingat-ingat apa yang disampaikan Ali Bin Abi Thalib, “Jangan pernah mengambil sebuah keputusan dalam keadaan marah, dan jangan buat janji dalam keadaan gembira.” Jadi, pikir benarlah masak-masak dulu, kemana arah paku kita akan dicobloskan. (Wartawan Utama)
















