Menurutnya, selain kebocoran di atap rumah kaca, alat pengatur suhu di ruangan itu juga sudah rusak bertahun-tahun. Pengeringan ikan saat hujan hanya mengandalkan suhu alami di dalam rumah kaca.
Efendi yang sudah 10 tahun mengolah ikan kering di sentra itu menjelaskan, saat ini ada sekitar enam warga yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Mereka membayar retribusi Rp200.000 per bulan atau Rp5.000 per baskom ikan atau keranjang yang diolah. Fasilitas tersebut sangat membantu usaha warga.
Lantai rumah kaca tempat penjemuran ikan basah dan berlumut karena atap ruangan di fasilitas pengeringan ikan itu rusak.
Saat musim ikan, ia menghasilkan 100-200 kg ikan kering dalam sehari, sedangkan saat tidak musim hanya 15-20 kg ikan kering dalam sehari.
“Saya berharap pemerintah bisa memperbaikinya. Warga pengolah ikan sangat terbantu. Usaha ini penghasilan utama saya. Dari ikan kering ini saya bisa menyekolahkan dan menguliahkan tiga anak saya,” sebut pria bertubuh atletis ini.
Yuli (40), warga pengolah ikan kering lainnya di tempat itu, terpaksa meninggalkan sentra sementara waktu karena parahnya kerusakan fasilitas tersebut. Kebocoran terparah atap tempat perebusan ikan persis berada di atas tungkunya sehingga tidak bisa digunakan saat hujan.
“Karena sudah hancur begitu, otomatis saya tidak bisa merebus ikan di situ, di mana ditaruh ikannya. Saya terpaksa tarik ke pantai lagi di dekat rumah. Kalau sudah diperbaiki, pindah lagi ke sentra,” kata perempuan yang sudah memanfaatkan fasilitas itu sejak 2010.
Kondisi tunggku basah dan berlumut di tempat perebusan ikan yang atapnya rusak di fasilitas pengeringan ikan. Rusaknya fasilitas ini terpaksa saya menjemur ikan di depan rumah tak berapa jauh dari pantai.
Yuli mengaku, sebenarnya keberadaan fasilitas pengolahan ikan kering di sentra sangat memudahkan pekerjaannya. Di lokasi itu, air mudah diakses, saluran pembuangannya juga lancar, dan angin pantai tidak mengganggu api tungku.
Yuli berharap fasilitas itu dapat diperbaiki. Namun, ia juga sadar atas kurangnya perhatian pemerintah terhadap tempat itu. Menurut dia, mungkin ada juga kesalahan sebagian warga pengguna yang kurang menjaga kebersihan dan kurang disiplin membayar retribusi.Kalau sudah diperbaiki, pindah lagi ke sentra.
“Tempat ini sangat membantu ekonomi perempuan nelayan. Biasanya ibu nelayan hanya tunggu uang dari suami. Dengan kerja di sentra, mereka bisa membantu ekonomi keluarga,” kata Yuli. (ped)
