Tiga pasangan calon ini, nantinya akan mengakibatkan perpecahan yang tidak akan terlalu meruncing seperti sebelumnya. Tapi akan membuat banyak strategi politik akan disarangkan kepada masyarakat. Bukan sekadar satu saja, tapi akan ada tiga srategi minimal. Yang akan membuat bingung masyarakat dalam menentukan pilihan.
Selain itu, dengan tiga pasang, tidak dapat dipastikan kalau Pilpres akan berjalan satu putaran. Karena kalau tidak memenuhi syarat, maka akan dilakukan Pilpres putaran kedua yang diatur dalam UUD 1945. Putaran kedua akan dilakukan jika tidak ada pasangan calon yang memenuhi syarat mendapat suara lebih dari 50 persen. Diatur dalam Pasal 6A UUD 1945.
Lebih jelas diatur dalam Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945 bahwa pasangan capres-cawapres yang memenangkan kontestasi harus meraih lebih dari 50 persen suara dengan mendapat sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi dan lebih dari setengah total provinsi yang ada. Artinya, putaran kedua ini akan mengembalikan posisi Pilpres pada 2014 dan 2019 lalu. Hanya ada dua pasangan calon yang akan bertarung mendapatkan posisi Presiden wan wakil Presiden.
Seperti yang terjadi pada Pilpres 2004 yang diikuti oleh lima pasangan calon, meski ada enam pasangan yang mendaftar. Pasangan Abdurrahman Wahid-Marwah Daud Ibrahim tidak lolos oleh KPU. Sementara pasangan yang maju adalah Amien Rais-Siswono Yudo Husodo (PAN), Hamzah Haz dan Agum Gumelar (PPP), Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi (PDIP), Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (Demokrat, PBB dan PKPI), Wiranto dan Salahuddin Wahid (Golkar).
Pada Pilpres pertama 5 Juli 2004, dua pasangan dengan peraih suara terbanyak diambil, karena tidak ada yang mendapatkan 50 persen suara. Mereka adalah Megawati-Hasyim yang kali ini diusung PDIP, Golkar, PPP, PBR, PDS, PKPB dan PNIM. Sementara pasangan keadya, SBY-JK diusung Demokrat, PKB, PKS, PAN, PBB dan PKPI. Pada putaran kedua 20 September 2004, pasangan SBY-JK memangkan Pilpres perdana secara langsung ini.
Berapapun calonnya, sebaiknya Pilpres ini hanya satu putaran saja. KPU menyebutkan anggaran untuk Pemilu 2024 mendatang telah ditetapkan sebesar Rp76,6 triliun. Anggaran itu cukup untuk dua putaran. Jika putaran kedua tidak dilakukan, akan terjadi penghematan sekitar Rp17 triliun yang bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan dan lainnya.
Jadi, demam Pilpres yang sedang kita rasakan ini sebaiknya tidak berlarut-larut sampai dua putaran. Hanya akan menyiksa anggaran negara yang sudah cekak dihajar pandemic Covid-19, kini harus dihamburkan kembali untuk Pilpres. Demam Pilpres yang akan membuat ‘demam’ keuangan negara, di tengah ketidakapstian ekonomi secara nasional ataupun internasional.
Pilpres yang sudah di depan mata, mungkin masih kurang lengkap karena Prabowo belum mendaftar, harus diikuti dengan riang gembira. Prabowo bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih melakukan kunjungan luar negeri dan kabarnya akan kembali 21 Oktober 2023. Apalagi, kabarnya pemilih terbanyak adalah generasi muda. Maka suara generasi muda harus didengarkan.
Mari kita simak yang disampaikan penulis muda Abdurahman Faiz yang lahir 1995, “Menjadi Presiden itu berarti melayani dengan segenap hati, rakyat yang meminta suka dan menyerahkan jutaan keranjang dukanya.” Kalau belum siap melayani rakyat, ya jangan ikut Pilpres dulu. (Wartawan Utama)
















