JATI, METRO – Kasus demam berdarah dengue (DBD) mulai merebak di sejumlah wilayah di Sumbar. Hingga pekan ketiga Januari 2019, Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumbar mencatat, ada sebanyak 164 pasien terserang DBD.
Kepala Dinkes Sumbar, Merry Yuliesday mengatakan, khusus DBD sejak awal hingga pekan ketiga Januari 2019, dari laporan di berbagai daerah di Sumbar, ada 164 masyarakat yang diserang penyakit yang disebabkan oleh nyamuk aedes aegypti tersebut.
“Hingga penghujung Januari 2019 ini, tidak ada pasien yang meninggal dunia. Artinya, perawatan di rumah sakir bisa menyembuhkan pasien,” kata Merry, kemarin.
Menurut Merry, cukup tingginya kasus DBD di Sumbar pada awal tahun 2019 ini, disebabkan terjadinya perubahan iklim. Yakni, terkadang hujan 3 hari sekali hingga mengakibatkan genangan air. Hal itu perlu diwaspadai juga kemungkinan akan terjadinya wabah DBD.
Jadi kepada daerah yang berpotensi untuk DBD, lanjut Merry, perlu memperhatikan lingkungan juga, seperti bekas-bekas cekungan atau galian yang airnya menggenang. Sebab tempat-tempat seperti itu rawan berkembangnya nyamuk aedes aegypti.
Merry menjelaskan, daerah yang rawan kasus DBD itu seperti Kabupaten Pasaman Barat. Di sana bahkan juga dikenal serangan DBD cukup mengkhawatirkan. Di sana kasus DBD pada 18 Januari 2019 ini ada 20 kasus yang positif.
Lalu pada 2 minggu selanjutnya terang Merry, meningkat menjadi 36 orang dan sudah ditanggulangi bersama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat. Bahkan kondisi tersebut sudah menyebar ketiga desa yakni di daerah Sungai Aur.
“Kami berharap masyarakat juga ikut memperhatikan lingkungan, dimana kira-kira tempat bersembunyinya jentik-jentik nyamuk aedes aegypti. Begitu juga pada air yang bersih, seperti tempat air yang tergenang lama, termasuk bekas botol, merupakan tempat berkembangbiaknya nyamuk aedes aegypti,” ujar Merry.
Merry menambahkan, sementara sebagai antisipasi seperti yang telah dilakukan yakni fogging, dinilai bukanlah solusi yang tepat. Karena hal itu hanya bisa membunuh nyamuk-nyamuk biasa. Sedangkan yang jentik-jentik nyamuk tidak mati. Akibatnya nyamuk aedes aegypti akan menjadi dewasa.
“Intinya mari sama-sama membersihkan lingkungan. Kalau lingkungan kotor, jangankan DBD jadi ancaman, penyakit lainnya juga bisa turut mengancam kondisi kesehatan,” tegas Merry.
Merry berkata, melihat kondisi di kabupaten dan kota, di Kabupaten Pasaman ada terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria, tepatnya di Kecamatan Sungai Aur, terhitung sejak 18 Januari sudah dinyatakan KLB. Hal ini dikarenakan ada 20 masyarakat yang diperiksa positif.
“Jadi petugas di rumah sakit periksa darahnya, buktinya ada mengandung positif malaria dan dinyatakan KLB. Melihat dalam 2 minggu juga meningkat kasusnya, menjadi 30 orang,” ucap Merry.
Untuk itu, Merry berharap betul agar ada upaya untuk benar-benar serius peduli lingkungan, dijaga dan dibersihkan. Agar tidak menjadi sarang DBD untuk perindukan. Sebab kalau nyamuk DBD bertelur, maka waktu normal menetas 14 hari. Adanya gangguan iklim bisa menjadi 10 hari menetas. Hal itulah yang menjadi ancaman. (mil)