Mengubah nama adalah hal yang biasa bagi politisi. Karena nama yang tertera di surat suara adalah nama yang sesuai dan diakui negara. Sedikit berbeda dengan anak Asli Chaidir yang lainnya, Hendri Septa yang saat ini Wali Kota Padang. Saat maju ke DPRD Padang 2009 dia tetap menggunakan nama Hendri Septa dan menang. Begitu juga saat kalah pada Pemilu 2014 saat maju ke DPRD Sumbar. Ketika mencalonkan sebagai Wakil Wali Kota mendampingi Mahyeldi 2018, namanya tetap Hendri Septa bukan Hendri Asli Chaidir.
Dari PDIP juga pernah terjadi seorang anak ‘meneruskan’ rekam jejak ayahnya, yaitu anggota DPR RI asal Sumbar 2014-2019 Alex Indra Lukman. Dia adalah putra dari Johanes Lukman, anggota DPR RI periode 1999–2004. Adik kandung Alex, Albert Hendra Lukman, anggota DPRD Sumbar dari Dapil Sumbar 1, juga dari PDIP. Kini, Alex kembali maju ke DPR RI dari Dapil yang sama, begitu juga dengan Albert.
Tapi tidak semua calon yang mencoba peruntungan dengan anak mereka berhasil, pasti ada yang gagal. Seperti mantan anggota DPR RI asal Sumbar dari Partai Golkar M Azwir Dainy Tara. Azwir adalah anggota DPR dari 1999-2004, 2004-2009, 2009-204. Setelah tiga periode di DPR, pada Pemilu 2014 Azwir ditengarai menyusun ‘dinastinya’ dengan memajukan sejumlah anaknya dari Dapil Sumbar 1 dan 2. Ada juga yang maju ke DPRD Provinsi.
Namun sayang, era itu ternyata tak lagi berpihak padanya. Tidak hanya anak-anaknya yang tumbang, Azwir juga kalah dalam Pemilu yang menandai era Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin Indonesia. Mungkin strategi yang sampai hari ini disesali keluarga besarnya, karena sangat sulit untuk bangkit kembali dalam perpolitikan Indonesia, utamanya Sumbar.
Jika terus ditelusuri, pasti masih banyak kisah-kisah orang tua dan anak yang berada di jalur politik. Ada yang sukses, tapi banyak juga yang gagal meneruskan rekam jejak itu. Saat ini, yang paling disorot adalah Presiden Jokowi yang sudah punya penerus sebagai Wali Kota. Apalagi nanti salah satu anaknya juga maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres), minimal sebagai calon Wakil Presiden.
Jokowi, Gibran Rakabuming yang bisa menjadi Cawapres, Kaesang Pangarep yang sekarang menjabat Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mungkin akan disebut-sebut sebagai ‘dinastinya’ Jokowi. Pelungsuran kekuasaan yang akan dilanjutkan untuk melanggengkan trah Jokowi. Meski yang dimaksud dengan dinasti hari ini bukanlah benar-benar diturunkan. Karena yang akan menentukan adalah rakyat.
Seperti cerita-cerita di atas, tidak semua politisi sejak era reformasi sukses menurunkan kekuasaannya kepada anak-anak mereka. Banyak yang gagal, bahkan hilang ditelan bumi. Bahkan, putra mantan Presiden Soeharto yang pernah berkuasa 32 tahun saja, tak mampu sekadar mendirikan partai politik.
Ya, Partai Beringin Karya (Berkarya) yang didirikan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto tak mampu masuk jajaran elite Senayan 2019. 2024 juga gagal lolos verifikasi KPU, karena berbagai konflik internal. Para politisi DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota dari Berkarya terpaksa hengkang ke partai lain jika masih mau lanjut pada Pemilu 2024.
Pendiri Ormas Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan pernah menyebut, “Warisan terbesar seorang ayah adalah dapat membuat keluarganya sebagai teladan.” Keluarga seperti apa yang akan diteladani, jika semua anak-anak mereka hanya mengikuti apa yang telah dicapai orang tuanya. Bukan membuka peradaban baru yang membuat banyak orang bisa terbantu. (Wartawan Utama)
















