SETIAP insan sebuah negara pasti bangga dengan sebuah kemajuan positif termasuk di dunia pendidikan. Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) salah satu contohnya. Ujian ini merupakan penyempurnaan dari ujian kertas pensil. Kertas LJK diganti dengan LJK berbasis IT mungkin itulah yang cocok namanya. Apakah penyelenggara pendidikan menolak ?. Tentu tidak, karena ini sebuah kemajuan yang mesti disokong bersama ditengah kemajuan teknologi yang serba canggih. Dikala negara maju mampu memproduksi, kita Indonesia hanya tinggal memanfaatkan dan akan mencoba maju dari sisi lain dengan melahirkan generasi yang handal ber SDM sebagaimana kebutuhan dunia usaha saat ini.
Terkait pelaksanaan ujian berbasis komputer pada dasarnya untuk melatih generasi Indonesia yang mengerti IT sejak dini. Meskipun mayoritas generasi muda kalangan pelajar sudah akrab dengan android. Namun ada sebagian lainnya yang masih Gagap Teknologi (Gaptek)
Gaptek bukan harus disesali. Salah satu penyebabnya adalah kondisi regional peserta didik yang variatif. Ada dipusat perkotaan, ada dipinggir kota dan banyak yang di pelosok pedesaan yang tidak terjangkau jaringan. Untuk peserta didik yang berasal dari pinggir kota dan pelosok pedesaan mereka adalah peserta Didik yang banyak belum menguasai it ini. Termasuk dalam pengerjaan ujian berbasis komputer ini.
Selain masalah regional, tentunya juga dipengaruhi varitifnya keadaan perekonomian warga atau orangtua peserta didik. Kalau persoalan ini kita tidak mengkaji regional. Karena warga kurang mampu di perkotaan juga tak lepas dari tantangan ini. Masih kita jumpai warga kota yang belum bisa mengoperasikan tahapan ujian berbasis komputer ini.
Solusi hal ini, pemerintah kan sudah siapkan opsi Ujian Berbasis Kertas Pensil ?. Benar sekali. Tapi kita mengkaji UBK-nya.
Dari pantauan kita saat pelaksanaan simulasi (percobaan pengerjaan tahapan) UNBK di sebuah madrasah, yakni di MTsN 2 Payakumbuh yang terletak sekitar 10 KM dari pusat kota atau dipinggir kota Payakumbuh. Di madrasah ini sendiri sinyal telepon masih lemah terbukti saat berkomunikasi dengan HP, pembicara kerap kali harus beralihblokasi demi mencari sinyal yang kuat. Silahkan dicoba kalau tidak percaya.
Selain itu, sinyal internet di madrasah negeri dibawah kementerian agama ini juga masih lemah. Jangankan sinyal 4G, malah kerap sinyal E.
Untuk UBK di madrasah ini memang perlu kajian mendalam dengan lembaga terkait termasuk PT. Telkom, kalau ingin tahun ajaran selanjutnya madrasah ini akan menjalankann UBK mandiri. Sejak UBK diterapkan di madrasah negeri ini, pihak madrasah mesti numpang di salah satu SMK milik yayasan di Payakumbuh, SMK Kosgoro di pusat Kota Payakumbuh, melalui kerjasama yang telah diawali dengan kajian panjang.
Pelakasaan UBK ini tentunya butuh biaya besar lagi dari pihak madrasah dan komite, ditambah lagi transportasi umum yang tidak melewati kawasan MTsN 2 Payakumbuh. Pelaksanaan UBK yang dibagi menjadi 3 shift ini, peserta simulasi UBK mesti diantar walimurid. Karena siswa setara mts belum diizinkan mengendarai roda dua ke madrasah apalagi ke pusat Kota Payakumbuh, karena rawan laka lantas.
Kepala MTsN 2 Payakumbuh Yenni Fitri diwakili Plh-nya Budi Hanif pada Senin (4/2) dalam arahannya diawal pelaksanaan Simulasi UBK kepada 258 siswa Kelas IX yang ditampung dalam 4 labor, mengharapkan para siswa konsentrasi dalam menyimak dan memahami langkah pengerjaan soal hingga tuntas, sebagaimana diterangkan Proktor dan Pengawas UBK. Khususnya bagi siswa yang belum pernah menyentuh komputer atau laptop.
”Kami mengharapkan ananda konsentrasi menyimak arahan dari Proktor. Mumpung selama 4 hari kedepan kita masih numpang untuk simulasi UBK. Sehingga nanti pada UNBK ananda tidak kewalahan. Mohon doanya, semoga tahun ajaran 2019/2020 kita UBK mandiri,” arah Budi Hanif.
Setelah siswa memasuki labor untuk mengikuti simulasi, proktor salah seorang proktor, Anggi Liando pun bertanya, ”mohon jawab jujur dan sportif. Siapa yang belum pernah bermain komputer, tunjuk tangan.”
Siswa pun ajungkan tangannya. Dari data yang kami dapati di lapangan, ternyata dari 20 orang siswa pengisi labor UBK, sekitar 40 % diantaranya maaih buta pada simulasi UBK ini. Bahkan ada yang tidak bisa menghidupkan komputer / laptopnya.
Tampak di labor tersebut Proktor memberikan arahan sampai peserta simulasi UBK bisa login. Kembali proktor mengarahkan cara menjawab soal UBK online, hingga menuntaskan soal ragu hingga tuntas ke log out. Salah seorang siswi (nama tidak disebutkan) pada simulasi UBK hari pertama didapati menangis terisak, karena tidak tau tahapan pengerjaan soal. Dengan sabar Proktor berikan arahan hingga tuntas.
”Dari hasil simulasi UBK ini para siswa juga bisa melihat langsung hasil pengerjaan simulasi UBK hari itu. Kita berharap simulasi UBK selama 4 hari ini mampu melahirkan siswa peserta UNBK yang madiri nantinya. Karena pada UNBK pengawasnya berasal dari sekolah / madrasah setingkat lain, dalam kata lain pengawas silang,” pesan Anggi Liando. (**)