Tiga tahun pascapandemi Covid-19, pelayanan kesehatan kurang maksimal. Kondisi ini berdampak munculnya penyakit-penyakit baru tidak menular, seperti lifer, jantung coroner, diabetes, kanker dan lainnya. Perlu upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Sumbar.
Menghadapi kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) di bawah kepemimpinan Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah dan Wakil Gubernur (Wagub), Audy Joinaldy memberikan dukungan penuh terhadap pelayanan kesehatan di puskesmas.
Karena di puskesmas ada SDM yang lengkap. Sehingga bisa dimaksimalkan pelayanan kesehatan di sana. Inilah yang dilakukan untuk pelayanan kesehatan dan pencegahan dini penyakit tidak menular di tengah masyarakat.
Mahyeldi mengatakan, dengan membackup puskesmas, maka puskesmas juga ikut membackup posyandu. Salah satu penguatan posyandu yang dilakukan dengan menghadirkan inovasi posyandu prima, yang telah diterapkan di Kabupaten Limapuluh Kota.
Di posyandu prima ini dikumpulkan, ibu-ibu bersama anak dan masyarakat. Mereka gembira di sana. Karena di sana lengkap diberikan pelayanan dan edukasi tentang kesehatan. Sehingga pesannya sampai ke seluruh lapisan masyarakat.
“Posyandu inilah yang akan kita gerakkan melalui dukungan puskesmas,” terang Mahyeldi saat pertemuan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanal) Posyandu dalam Integrasi Layanan Primer (ILP) Tingkat Kabupaten Limapuluh Kota di Aula Kantor Bupati Limapuluh Kota, beberapa waktu lalu.
Dengan adanya posyandu prima ini, semua data tentang kesehatan masyarakat akan ada di puskesmas. Sehingga 12 indikator pelayanan kesehatan di puskesmas ada petanya. “Misalnya stunting, mana anak dan keluarganya yang stunting datanya lengkap by name dan by address. Sehingga bisa diberlakukan program penanganannya, apa yang telah dilakukan bisa terpantau,” terangnya.
Dengan upaya ini, maka Pemprov Sumbar bersama pemerintah kabupaten kota akan bekerja setiap hari melibatkan puskesmas. Di puskesmas juga nantinya melibatkan tenaga kader posyandu, dasawisma, organisasi profesi.
“Sehingga menjadi kerja bersama. Kita fokuskan pemberdayaan kesehatan di puskesmas. Ketika ada peta 12 indikator pelayanan kesehatan nantinya, mana yang kurang bisa diintervensi langsung, sehingga lebih fokus melakukan penguatan puskesmas,” terangnya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumbar, dr Lila Yanwar mengungkapkan, setiap puskesmas memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan. Saat ini dari total 279 puskesmas yang ada di Sumbar, yang sudah terpenuhi sembilan jenis tenaga kesehatan baru 76 persen.
“Jadi masih ada beberapa yang kurang tenaga kesehatannya. Secara keseluruhan secara profesi semuanya sudah ada. Tinggal lagi distribusinya harus merata, secara jumlah harus cukup, kalau jenis cukup,” terangnya.
dr Lila juga menambahkan, dengan banyaknya layanan di puskesmas yang harus disampaikan ke tingkat nagari, maka kalau puskesmasnya punya satu dokter, belum cukup untuk untuk melayani kesehatan di nagari. “Jika sekarang kekurangan dokter 45 sampai 50 dokter, dengan meningkatkan pelayanan dua kali lipat. Selain dokter, tenaga apoteker dan farmasi juga masih kurang,” terangnya.
Atasi Stunting
Selain mengatasi penyakit tidak menular pascapandemi Covid-19, perhatian lain di bidang kesehatan di Sumbar adalah masalah stunting, yakni kondisi tubuh anak yang mengalami kekerdilan. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Provinsi Sumbar sebesar 25,2% pada 2022, meningkat dari tahun sebelumnya yang masih 23,3%.
Terdapat enam kabupaten/kota di Sumbar yang memiliki prevalensi balita stunting di atas rata-rata provinsi, sedangkan 13 kabupaten/kota lainnya di bawah angka rata-rata.
Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar), wilayah dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Sumbar pada 2022, yakni mencapai 35,5%. Angka ini melonjak 11,5 poin dari 2021 yang sebesar 24%.
Kabupaten Kepulauan Mentawai menempati peringkat kedua dengan prevalensi balita stunting sebesar 32%. Diikuti Kabupaten Solok Selatan (31,7%), Kabupaten Sijunjung (30%), Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) (29,8%), Kabupaten Pasaman (28,9%), Kabupaten Padang Pariaman (25%)
Wilayah dengan prevalensi balita stunting terendah Kota Sawahlunto, yakni 13,7%. Adapun Kota Padang menempati peringkat ke-12 dengan angka balita stunting 19,5%.
dr Lila mengungkapkan, stunting pada anak dipengaruhi banyak faktor. Di samping kesehatan anak, juga ada faktor makro lainnya yakni, ketahanan pangan, tingkat kemiskinan dan lingkungan.
Yang banyak korelasi dengan stunting ini adalah lingkungan. Yakni tidak punya sanitasi yang baik dan air bersih. dr Lila menambahkan, yang paling pas untuk pendekatan stunting itu yakni pendekatan by name by address. Data dari pendekatan ini sudah diinput oleh pihak puskesmas melalui aplikasi.
“Sehingga dengan pendekatan ini, dapat diketahui orangnya, tahu anaknya, tahu penyebabnya, kemudian dilakukan intervensi sesuai penyebabnya,” ungkap dr Lila.
