Sebelum ke Hambalang, SBY dan Prabowo juga pernah bertemu pada acara ulang tahun Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (PEPABRI) ke-64 di Wisma Elang Laut, Jakarta Pusat, Selasa (12/9/2023). SBY duduk bersebelahan dengan Prabowo Subianto. Ada juga Jenderal (Purn) Agum Gumelar dan Marsekal (Purn) Djoko Suyanto, Jenderal (Purn) AM Hendropriyono dan Jenderal (Purn) Wiranto.
Mereka berada di satu meja. SBY dan Prabowo juga menyanyi bersama. Mereka ditemani Agum Gumelar, AM Hendropriyono hingga Wiranto di atas panggung. SBY dan Prabowo merupakan politisi yang berlatar belakang militer. Usai tak lagi berkecimpung di kemiliteran, keduanya sama-sama terjun ke dunia politik. SBY mendirikan Partai Demokrat dan Prabowo mendirikan partai Gerindra.
Ada anggapan, dukungan SBY ini merupakan sinyal yang tidak hanya dukungan dari SBY saja. Tapi hampir semua purnawirawan TNI/Polri yang ingin bersama-sama membangun Indonesia yang sejak 2014 tidak lagi dipimpin oleh seorang militer. 10 tahun terakhir, Indonesia dipimpin Joko Widodo yang merupakan warga sipil biasa. Meski tetap dikelilingi oleh para mantan Jenderal dengan tokoh utamanya Jenderal (pur) Luhut Binsar Pandjaitan.
Dengan tambahan dukungan dari Demokrat itu, maka semakin kokohlah dukungan terhadap Prabowo dari partai di DPR dan non-DPR. Dari DPR ada Partai Gerindra dengan 78 kursi, Golkar (85), PAN (44), Demokrat (54), total 261 dari 575 kursi DPRD atau 45,3 persen. Jumlah itu tentu lebih besar dari koalisi NasDem (59), PKB (58), PKS (50), total 167 atau 29 persen. Juga besar dibanding koalisi PDIP (128) dan PPP (19), total 147 atau 25,5 persen.
Dengan demikian, harapan untuk terbentuknya ‘poros’ atau koalisi keempat mustahil terjadi. Karena semua partai parlemen telah menyatakan sikap dan dukungannya. Karena pada Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) menyebut,
“Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu, yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.”
Jika semua partai sudah menentukan, tentu Pilpres ini akan kembali kepada siapa yang dimajukan oleh partai oleh koalisi partai. Peranan partai memang ada, tapi elektabilitas dari pasangan calon – utamanya Capreslah yang paling menentukan. Tidak ada masalah dengan koalisi besar, koalisi pas-pasan, atau koalisi kecil sekalipun. Kalau rakyat berkehendak seseorang menjadi pemimpinnya, tentu akan terwujud dalam kotak suara di tempat pemungutan suara (TPS).
Satu hal yang mungkin masih mengganjar bagi Prabowo adalah, apakah masih ada ‘paksaan’ soal Bacawapres dari Demokrat adalah AHY. Mungkin ini yang masih dibahas di internal koalisi, sehingga belum ada deklarasi resmi Demokrat dari pusat ke daerah. Berkaca dari koalisi sebelumnya, Demokrat mungkin tak akan berani juga memaksakan nama AHY. Apalagi banyak nama yang lebih ‘kuat’ dari AHY di KIM.
Saat ini, dua nama paling dijagokan oleh KIM untuk mendampingi Prabowo. Pertama Menteri BUMN yang juga Ketua PSSI Erick Thohir yang banyak memimpin hasil survei Bacawapres dari berbagai lembaga. Selanjutnya anak Presiden Jokowi yang juga Wali Kota Solo/Surakarta Gibran Rakabuming Raka. Keduanya dinilai punya nilai tambah untuk memastikan pilihan politik kepada Prabowo di Pilpres 2024.
Sebuah kalimat lama SBY patut didengarkan kembali, “Politik tidak didasarkan pada untung rugi. Harus mengutamakan kepentingan rakyat dan masa depan bangsa. Sekali pun ada ujian dan cobaan, kita harus tetap berkonsolidasi, berbenah diri, dan berkontribusi.” Demikian SBY. (Wartawan Utama)
















