Koalisi lainnya, PKS memilih jalan tenang dan belum mau memberi komentar terkait kebenaran masalah ini. Ketua DPP PKS Ahmad Mabruri menyebut pihaknya masih menunggu pernyataan sikap resmi dari Anies. Sebelum itu terjadi, lanjutnya, PKS masih belum akan memberi tahu ke publik keputusan politiknya.
Pasangan koalisi PKB, Gerindra juga tak mau pusing-pusing. Ketua Umum Partai Gerindra yang juga bakal calon presiden Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto meski mengaku belum mengetahui, menilai hal tersebut wajar. Terlebih dinamika politik jelang penetapan Capres dan Cawapres. “Ya inilah namanya demokrasi kita, demokrasi kita musyawarah, saya sendiri belum dengar rencana-rencana itu, tapi itu demokrasi, kita negosiasi, kita musyawarah,” kata Prabowo.
Terlepas dari kebenaran pasangan dan koalisi partai ini, apalagi Surya Paloh belum keluar memberikan keterangan persnya seperti saat salah satu kadernya terjerat kasus korupsi besar, peta politik sedikit bergeser. Apalagi Demokrat telah terlanjur kecewa dan menyebut pengkhianat kepada semua pelaku peristiwa itu. Meski PKS masih adem dan ‘mengunci’ dengan kesepakatan, Cawapres koalisi ditentukan oleh Anies Baswedan.
Apa yang dilakukan Anies dalam arahan Surya Paloh ini masuk dalam logika sederhana sekali. Anies sudah disebut akan mudah merebut suara Sumatra, DKI dan Jawa Barat. Tapi di Jawa Tengah dan Jawa Timur masih berat. Awalnya kemungkinan Ketum Demokrat AHY disebut bisa meraih Timur, tapi di Jateng tak akan mungkin mengganggu Ganjar. Tapi belakangan, AHY malah disebut lebih kuat di Jawa Barat juga dan tentu kurang menguntungkan bagi Anies dan koalisi.
Artinya, suara yang harus direbut oleh Anies adalah Jawa Timur yang hanya dikuasai dua partai, PKB dan PDIP. Jika PDIP tak mungkin karena sudah usung Ganjar, maka PKB sangat masuk akal. Meski tak terlalu unggul dalam survei Cawapres, Cak Imin diharapkan bisa merangkul suara PKB dan Jatim secara umum. Dengan demikian, Anies-Imin dapat disebut bisa berbicara banyak di Sumatra, Jabar, DKI dan Jatim.
Peluang menangnya ada, karena pemilih Jawa Timur mencapai 31.402.838. Sementara Jabar 35.714.901 dan Jateng 28.289.413 pemilih. Di Sumatra ada sekitar 20 jutaan pemilih dengan Sumut menjadi yang terbesar 10.853.940 pemilih. Daerah besar lainnya, DKI Jakarta sebanyak 8.252.897 pemilih. Hitung-hitungan simpel ini sangat dipegang teguh oleh Anies dan timnya. Mendapatkan koalisi pas-pasan untuk partai pengusung, dan berencana menang dalam hitung-hitungan suara, meski tidak terlalu mendominasi, minimal menang tipis.
Apakah Anies-Imin diusung NasDem-PKB ini sudah finish dan akan didaftarkan ke KPU saat pendaftaran Capres-Cawapres dibuka 19 Oktober-25 November 2023? Jangan terlalu berharap. Sekarang baru awal September 2023. Ingat peristiwa ukur baju Mahfud MD 2019 yang disebut akan didaftarkan sebagai Bacawapres Jokowi, ternyata yang ke KPU adalah Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin. Dan Mahfud sampai kini masih jadi Menko Polhukam pertama yang tak berasal dari TNI/Polri.
Perubahan koalisi atau otak-atik dalam Copras-Capres ini masih jungkir balik. Tak akan jelas lagi siapa kawan atau lawan. Putusan MK soal umur Capres bisa mulai dari 35 tahun nanti, juga akan mengubah peta. Entah bagaimana pula drama-dramanya.
Sebelum Pilpres ini semakin ‘gila’ baiknya kita ingat apa kata Sahabat Nabi,’Khalifah Umar bin Khattab, “Jangan berlebihan dalam mencintai sehingga menjadi keterikatan, jangan pula berlebihan dalam membenci sehingga membawa kebinasaan.” Santai saja. Bawa enjoy. Bukankah siapa yang akan jadi Presiden telah dicatat oleh Tuhan. (Wartawan Utama)
















