Negara melalui institusi kepolisian yang menjalankan fungsi pemerintahan negara, di bidang penegakan hukum, perlindungan dan pengayoman kepada masyarakat sebagaimana diatribusikan pasal 2 UU nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri adalah pemangku tanggung jawab utama dalam tragedi pengancaman pembunuhan ini.
Sehingga sudah seharusnya Polri mengungkap kasus tersebut dan memberikan perlindungan terhadap korban. Dengan demikian dapat dipastikan pula bahwa pelaku pengancaman apakah aktor negara (state actor) ataukah aktor non-negara (non-state actor).
Hal mana apabila negara melalui kepolisian tidak menjalankan fungsi penegakan hukumnya terhadap kasus pengancaman ini, juga merupakan bagian dari pelanggaran HAM (by omission) berupa pengabaian terhadap kewajibannya untuk bertindak secara aktif untuk melindungi dan memenuhi HAM.
Disamping itu, secara pidana tindakan pengancaman tersebut diatur oleh Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 juncto UU nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
“Sehingga menurut Pasal 45B UU ITE dinyatakan bahwa, setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan atau denda paling banyak Rp750 juta,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Ahmad Zaki dilaporkan diteror oleh orang tak dikenal (OTK) via pesan singkat dan panggilan WhatsApp. Informasi tersebut pertama kali diketahui dari tangkapan layar pengirim pesan dengan nomor 0823-1299-1374 dan diposting oleh akun media sosial (medsos) Instagram dengan nama pengguna @muhammad_jalalii.
“Alert!!! Kawan kita Ahmad Zaki Presiden Mahasiswa @uinsmddbukittinggi mendapatkan ancaman pembunuhan dari nomor yang tidak dikenal. Setelah mengkritik Gubernur Sumbar @mahyeldisp,” tulis akun tersebut.
Nomor peneror Zaki tersebut mencoba menelepon Zaki berkali-kali. Namun Zaki tidak mengubris panggilan telepon masuk dari nomor tersebut. Dalam pesan dengan nada ancaman itu, peneror meminta Zaki menghormati Gubernur Mahyeldi. Bila bertemu, peneror mengancam akan membunuh Zaki.
“Oi Zaki, Ang ndak bautak ang. Gubernur ang mode tu an. Woi angkek telfon den. Ang sobok jo den caliak lah den bunuah ang beko. Den cari ang bisuak (Oi Zaki, kamu tidak punya otak. Gubernur kamu gitukan. Angkat telepon saya. Kamu kalau bertemu saya, saya bunuh kamu. Saya cari kamu besok),” kata peneror tersebut.
Sementara itu, Presma UIN Sjech M Djamil Djambek Bukittinggi, Ahmad Zaki, membenarkan dirinya mendapatkan ancaman dari nomor tak dikenal. “Betul, saya mendapatkan pesan (bernada ancaman) tersebut pada hari Jumat (25/8) lalu,” katanya ketika dikonfirmasi, (Minggu (27/8).
Zaki sudah menduga ancaman tersebut berkaitan dengan aksinya bersama teman-teman mahasiswa atas nama Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UIN Bukittinggi Selasa lalu. Saat itu, Zaki berorasi menolak kedatangan Gubernur Mahyeldi di acara Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK).
“Menurut saya ini erat kaitannya dengan apa yang terjadi beberapa waktu lalu, tanpa bermaksud suuzon, namun bagi saya tidak masalah, ini bagian dari konsekuensi perjuangan kami. Yang jelas, saya mencoba mencari tahu dahulu siapa pemilik nomor tersebut,” sambungnya. (cr2)
















