Dia sedikit menyinggung, ada kemungkinan ijtihad atau langkah Partai Gerindra masuk pemerintahan membuatnya jadi sedikit positif. Meskipun dia juga tak begitu yakin. Tapi nyatanya, Gerindra tetap menjadi partai nomor satu di Sumbar, meski bergabungnya Prabowo Subianto ke pemerintahan dengan menjabat Menteri Pertahanan.
Perbedaan tingkat kepuasan dengan nasional yang dulu sangat signifikan memang sangat bisa dipahami. Karena, mayoritas warga Sumbar tidak memilih Jokowi dalam dua kali Pilpres. Namun, mendekati Pemilu dan Pilpres 2024, angka itu semakin dekat jaraknya, dari 81 persen ke 55 persen, atau berselisih 26 persen saja. Padahal, dulu jaraknya bisa lebih dari 50 persen.
Jika menyebut warga Sumbar puas dengan kinerja Jokowi sejatinya masih jauh. Meski angka sudah 55,4 persen, namun hal itu kemungkinan lebih didominasi oleh orang yang mengaku puas saja, tapi tidak sangat puas. Meski kemudian banyak lembaga survei yang membuatnya terbagi dua saja, puas atau tidak puas dan tidak menjawab.
Puas atau tidak puasnya warga Sumbar, sebenarnya bisa saja dilihat dari diskusi di kadai, media sosial dan forum-forum lainnya. Dulu, sampai 2022, masih terlihat banyak yang enggan membahas Jokowi dalam berbagai acara. Apalagi menggambarkan apa yang dilakukan oleh Jokowi di media sosialnya. Karena, kalau sempat terupload, akan banyak bullyan, cacian, sampai hal-hal buruk yang akan didapat oleh yang punya akun.
Begitu juga di media massa baik cetak, online dan lainnya di Sumbar. Begitu sangat sedikit berita tentang Presiden Jokowi, baik dalam jabatan publik, partai dan kesehariannya. Jokowi memang Presiden, tapi di Sumbar belum begitu diterima. Jangankan orang awam, para pejabat publik saja tidak berani menampilkan foto bersamanya. Kecuali saat menerima penghargaan di Istana Negara saja.
Saat Pilkada serentak 2020 di Sumbar, tak banyak yang mau membawa-bawa nama Presiden dalam pencalonannya. Termasuk mereka yang dekat dengan partainya Presiden sekalipun. Bahkan, ada calon Gubernur yang pada awalnya telah didukung oleh PDIP yang langsung diserahkan oleh Ketua DPP Puan Maharani, akhirnya ‘mengembalikan’ mandat itu kembali. Alasannya sederhana, akan terkait dengan PDIP dan Jokowi yang masih belum diterima oleh masyarakat.
Pernah juga ada Bupati yang juga ketua partai di daerahnya, menyerahkan bantuan kepada masyarakat dengan membawa-bawa nama Jokowi. Akhirnya, dia yang juga peserta Pilkada 2020 sebagai incumbent, tumbang. Suaranya jauh dari pesaingnya dan harus mengakhiri satu periode menjadi Bupati. Tapi, apakah sedahnsyad itu dampak mendukung Jokowi, mungkin perlu diteliti lebih dalam lagi.
Berbeda dengan 2023, saat Jokowi tak lagi maju Pilpres. Masyarakat Sumbar mulai membaik tingkat kepuasannya terhadap Jokowi, meski diduga masih paling bawa se-Indonesia. Paling tidak, orang Sumbar hari ini sudah melihat Jokowi sebagai Presiden yang tetap memperhatikan masyarakatnya, meski saat Pilpres tak meliriknya sama sekali.
Pilpres 2024 di Sumbar, sepertinya ‘endorse’ Jokowi tidak terlalu berpengaruh. Karena menurut data yang didapat dari beragam lembaga survei, warga Sumbar telah menentukan pilihan, ke Prabowo atau Anies Baswedan. Kalau kepada Gajar yang separtai dengan Jokowi, sepertinya masih belum berubah. Ganjar masih dibayang-bayangi ‘kegagalan’ dua masa Jokowi di Sumbar.
Bicara soal kepuasan, Perdana Menteri Singapura 1923-2015 Lee Kuan Yew pernah menyebut, “Yang paling aku takutkan adalah kepuasan. Ketika segala hal menjadi lebih baik, orang cenderung menginginkan lebih sedangkan bekerjanya berkurang.” Jadi, masih ada waktu untuk Jokowi meningkatkan tingkat kepuasannya publiknya di Sumbar, sampai Presiden baru dilantik tahun depan. (Wartawan Utama)
















