Politik uang akan sangat susah dicegah karena partai politik tidak ada yang begitu kuat menolaknya. Meski di depan menyebut sangat membahayakan, tapi para kader, utamanya pengurus partai masih setia dengan uang, uang dan uang. Baik secara langsung atau melalui bantuan-bantuan yang sifatnya bisa mengikat penerimanya memilih partai atau kandidat tertentu.
Karena, pendidikan politik oleh partai politik yang tidak optimal. Partai politik cenderung memilki peran yang lebih rendah dalam memberikan pendidikan politik kepada pemilih. Kita tahu, MK memang menitikberatkan soal politik uang jika sistem terbuka diberlakukan. Dan akhirnya, MK memutuskan tetap menerapkan sistem Pemilu terbuka seperti 2019 lalu.
Bisa saja disebut, politik uang masih akan terjadi, selama sistem politik kita masih seperti ini. Partai politik masih dibiarkan mencari atau menggalang dana sendiri. Tidak memberikan beban kepada negara untuk membiayai penuh partai politik, sehingga mereka tidak akan “bertaruh” pada uang yang terkumpul saat kontestasi, baik Pemilu, Pilpres ataupun Pilkada.
Mungkin memang, sudah harus ada kajian atau Undang Undang yang direncanakan untuk memastikan pendanaan partai politik murni dari negara. Agar tak ugal-ugalan lagi seperti saat sekarang ini. Perlu terus dikaji, bagaimana negara-negara yang partainya telah dibiayai negara, APBN lah istilahnya. Seperti di Kanada dan Swedia yang partainya murni dibiayai negara. Pemilu di negara-negara itu mungkin panas, tapi tetap berjalan dengan baik selama ini.
Di Sumbar hari ini, masih banyak masyarakat yang menyebut menunggu apa yang diberikan oleh para Caleg agar mereka memilihnya. Pengetahuan dan Pendidikan politik yang masih rendah, membuat Pemilu dan sejenisnya masih menjadi ‘ladang’ uang bagi pemilih atau rakyat. Setidaknya, mereka mendapatkan apa yang bisa mereka makan hari ini.
Warga tak mau tahu, partai apa, dari mana dan apa yang akan mereka pilih nantinya. Yang penting, mereka mendapatkan sesuatu yang bisa bermanfaat hari ini, dan tak peduli apa yang akan mereka dapatkan di masa datang. Asal sekarang berasap, ini tidak peduli apa akibat yang akan didapat. Yang penting, jangan sampai ketika ada kontestasi, warga tertentu tidak mendapatkan apa-apa.
Kembali kepada Sumbar yang disebut tidak rawan politik uang, harusnya ini memang membahagiakan. Secara nasional, Sumbar tak disebut sebagai Provinsi ‘mata duitan’ seperti lima Provinsi lainnya. Kebanggaan ini harus ‘dipertahankan’ dan jangan sampai saat Pemilu berlangsung, banyak yang ditangkap karena politik uang. Baik dalam bentuk uang tunai, sembako dan sejenisnya.
Uang memang tidak dapat mengubah segalanya. Tapi di saat ekonomi sulit ini, uang berapapun nilainya, akan membuat pikiran orang bolak-balik. Apalagi di kala sangat sempit, maka uang ‘kecil’ itu akan terasa besar. Bisa mengubah apa yang mereka yakini, apalagi hanya sekadar pilihan politik, partai ataupun calon-calon yang akan bertarung.
Jangan sampai uang membuat Pemilu dan Pilpres 2024 amburadul dan membahayakan kestabilan negara. Meski Presiden ke-44 Amerika Serikat Barack Obama menyebutkan, “Uang bukan satu-satunya jawaban, tapi itu membuat perbedaan.” Uang bagi kita, harusnya bukan yang utama. Karena uang tak bisa menghadirkan kebahagiaan yang lama, jika ditukar dengan suara. (Wartawan Utama)
















