Ternyata, apa yang dilakukan Jokowi dengan inftastruktur dan kebijakannya itu tidak membuat luluh pendirian urang awak. Pada Pilpres dan Pileg 2019, Jokowi malah lebih hancur lagi. Jika pada 2014, Jokowi-Jusuf Kalla mendapatkan 539.308 suara atau 23,1 persen dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa 1.797.505 suara atau 76,9 persen, 2019 anjlok.
Jokowi-Ma’ruf Amin hanya mendapatkan suara 407.761 atau 14,05 persen. Sementara Prabowo-Sandiaga Uno memeroleh 2.488.733 suara atau 85,95 persen. Tidak itu saja, dua incumbent DPR RI dari PDIP, Alex Indra Lukman dari Dapil Sumbar 1 dan Agus Susanto Dapil 2 juga gagal melaju ke Senayan. Mereka terlempar dari kursi yang dikuasai pendukung Prabowo-Sandi.
Jadi, masyarakat Sumbar yang katanya egaliter ini sangat susah ditaklukkan oleh orang-orang yang tidak memenuhi kriteria mereka. Kriteria yang mungkin standar, tapi benar-benar harus dipunyai oleh calon. Yaitu tokoh, takah dan tageh. Kriteria yang waktu 2014 dan 2019 hanya dipunyai oleh Prabowo saja, sementara Jokowi belum. Sedikit berbeda, 2024, hal itu bisa disandingkan dengan Prabowo dan Anies Baswedan.
Dipastikan, hanya akan ada dua pertarungan Pilpres yang terjadi di Sumbar, berbeda dengan di tingkat nasional masih ada Ganjar Pranowo. Ganjar, dengan survei yang hanya di kisaran 5-7 persen, diyakini tidak akan mampu terdongkrak, apalagi saat PAN dan Golkar juga sudah menyatakan diri mendukung Prabowo Subianto. Artinya, hanya PDIP, PPP, Hanura dan Perindo saja yang saat ini berpihak pada Ganjar dan tidak akan membuat perbedaan apa-apa di Sumbar.
Setidaknya, tim Prabowo hari ini sudah bergerak dengan kekuatan penuh partai dari Gerindra, PKB, PAN, Golkar, Gelora, PSI dan lainnya. Sementara Anies tetap didukung oleh tiga partai koalisi, NasDem, Demokrat dan PKS. Pertarungan Pilpres yang akan terbawa-bawa kepada pertarungan kursi DPR, DPRD dan DPRD Kabupaten dan Kota.
Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali PhD melihat, Sumbar hari ini sudah menentukan pilihan. Karena, apapun yang terjadi di negeri ini, bahkan dunia sudah dibahas dalam ota lapau. Obrolan di warung kopi yang lebih canggih dan hebat dari obrolan manapun. Dia menilai, masyarakat Sumbar telah menentukan siapa Presiden yang akan mereka pilih 2024.
Jika 2019 sempat kecewa karena Prabowo masuk Kabinet Jokowi-Ma’ruf, kini sudah ada hasil evaluasinya. Orang Sumbar memang sempat marah, tapi apakah dendam atau tidak karena Capresnya masuk pemerintahan. Mereka marah 2019, seiring dengan perjalanan waktu terpecah dua. Ada yang masih marah dan ada yang sudah berubah. Tidak menjadi dendam berkepanjangan. Inilah yang membuat suara Prabowo dan Anies cukup bersaing.
Kembali lagi, jika pada dua Pilpres sebelumnya, bahkan saat Pilpres 2004 dan 2009 juga, orang Sumbar tidak pernah terpecah. Dominan memilih SBY 2004 dan 2009 dan mayoritas memilih Prabowo 2014 dan 2019. Pada 2024, ada peluang pilihan ini akan ‘terpecah’ dua. Karena Prabowo dan Anies memiliki kekuatan yang cukup berimbang di Sumbar. Bahkan, Januari 2023 Anies sempat disebut lembaga survei menyalip perolehan elektabilitas Prabowo.
Dan akhirnya, yang paling penting dari sekadar pilihan kita adalah, menghargai pilihan orang lain. Janganlah karena Pilpres atau apapun kontestasinya, kita menjadi terpecah belah. Dengarlah apa kata Proklamator Kemerdekaan Indonesia asal Sumbar Mohammad Hatta, “Jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekedar nama dan gambar seuntaian pulau di peta.” Baiknya kita bersatu, ketimbang sibuk menaikkan jagoan sendiri, tapi meremehkan jagoan orang lain. Ibarat kata yang sering kita gunakan, Pemilu badunsanak, bukan bacakak-cakak. (Wartawan Utama)
















