Oleh: Reviandi
Selama sepekan terakhir, saya banyak diberi bocoran hasil survei oleh berbagai kader partai politik dan akademisi di Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar). Tidak, saya tidak hendak bercerita siapa partai yang teratas, siapa Capres teratas dan sebagainya. Tapi mengusik sedikit tentang sosialisasi Pemilu dan Pilpres di Sumbar. Apa benar sudah banyak yang tahu soal Pemilu.
Ternyata, sangat sedikit sampel yang tahu siapa-siapa saja yang akan menjadi calon DPD dan calon anggota legislatif (Caleg), baik di tingkat pusat, Provinsi sampai Kabupaten dan Kota. Karena, warga merasa belum mendapatkan sosialisasi yang baik oleh para calon “pejabat” yang akan mereka coblos. Mungkin masih “setia” menunggu serangan fajar yang datang setiap konstestasi.
Bahkan, beberapa lembaga survei itu menyatakan, hanya sekitar 15 persen saja masyarakat yang tahu soal Pemilu dan calon-calonnya, karena sosialiasi ke tengah-tengah mereka. Banyak yang baru sekadar tahu, orang-orang yang akan maju ke lembaga-lembaga pemerintahan itu dari alat peraga seperti baliho, billboard, bando reklame dan sejenisnya.
Padahal, kalau dihitung-hitung, hari pencoblosan 14 Februari 2024 itu tak berapa lama lagi. Sekitar tujuh bulan kurang saja. Waktu yang sebenarnya sangat sedikit untuk meraih simpati warga. Memastikan orang-orang datang ke tempat pemungutan suara (TPS) dan mencoblos nama atau nomornya di kertas suara. Minimal, mencoblos tanda gambar atau nomor urut partai saja.
Jadi, dari pengakuan orang yang diwawancarai surveyor, banyak yang menyebut belum tahu kapan, atau siapa yang akan mereka pilih dalam Pemilu mendatang. Kalau soal Pilpres, mungkin cukup paham. Karena sejak awal hanya tiga orang saja yang namanya mengapung, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Rasyid Baswedan. Lainnya hanya “bungo galeh” dan berharap bisa menjadi calon wakil Presiden.
Intinya, semakin banyak orang yang mengetahui soal Pemilu/Pilpres, akan semakin banyak yang datang ke TPS memberikan suara. Meski tak pula ada jaminan, kalau tingkat partisipasi meningkat, artinya kualitas demokrasi akan membaik. Karena, banyak faktor yang membuat seseorang memberikan suaranya di bilik-bilik rahasia itu.
Minimal, dengan hasil-hasil survei itu, bisa dimanfaatkan oleh para kader partai atau Bacaleg, untuk meningkatkan sosialisasi mereka di tengah masyarakat. Tidak merasa hebat karena yakin telah memiliki nama, massa, tim sukses, tim bayangan, tim ini itu, orang hebat, orang pintar, tokoh masyarakat dan lainnya. Semua butuh kejelasan, apa yang akan dikerjakan saat mau jadi anggota legislatif dan sejenisnya.
Dari hasil survei juga diketahui, hanya sejumlah partai saja yang dikenal masyaarakat karena aksi kadernya, anggota dewannya dan orang-orang yang identik dengan mereka. Bahkan, ada partai yang sampai hari ini belum banyak diketahui orang para Bacalegnya, padahal bukan pertama kali ikut Pemilu. Mungkin di daerah lain bisa jadi raja, tapi di Sumbar benar-benar sulit.
Selain para politisi dan Bacaleg serta orang-orang politik lainnya, KPU dan Bawaslu juga menjadi ujung tombak dalam proses ini. Bedanya, kalau politisi sosialisasi untuk memastikan suara rakyat sampai ke data mereka, komisioner KPU dan Bawaslu harusnya berbeda. Mereka harus memastikan, kalau pemilihan berlangsung secara jujur dan adil. Ditambah dengan LUBER, atau langsung, umum, bebas dan rahasia.
Ternyata, KPU di Sumbar mulai bekerja keras memastikan Pemilu berjalan baik, karena merupakan bagian penting dalam sebuah negara demokratis. Dalam pesta rakyat sekali lima tahun itu, rakyat punya hak suara untuk memilih pemimpin terbaik untuk daerah hingga negara atau pusat.
KPU tentu paling tahu, kalau Pemilu tak selamanya berjalan seperti yang diinginkan. Karena masih sering direcoki berbagai hoaks dan kecurangan yang dapat mengancam integritas dan kepercayaan publik terhadap hasil pemilihan itu. Yang lainnya adalah money politic atau politik uang.
Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih (Sosdiklih), Hubungan Partisipasi Masyarakat dan SDMKPU Sumbar Jons Manedi mengatakan, tahapan selama penyelenggaraan Pemilu yang bersih akan melahirkan pemimpin bersih. Masyarakat diminta jadi pemilih cerdas, anti terhadap berita hoaks, anti golput, dan anti politik uang.
Mewujudkan Pemilu tertib dan anti-hoaks adalah memastikan bahwa proses pemilu berjalan dengan transparan dan terbuka. Atas dasar itu, pihak penyelenggara Pemilu harus menginformasikan dengan jelas dan terbuka tentang tahapan dan proses Pemilu itu sendiri. Mulai dari daftar pemilih hingga penghitungan suara.
KPU meminta masyarakat berperan penting dalam mewujudkan Pemilu tertib dan anti hoaks. Harus memahami bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk memeriksa kebenaran informasi yang mereka terima, terutama di era digital yang memungkinkan informasi menyebar dengan cepat dan mudah. Paling penting bijak bermedia sosial dan memperhatikan sumber informasi yang diterima, serta membantu menyebarluaskan informasi yang benar.
Selain itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumbar yang formasinya telah dilengkapi dengan ditetapkannya Febrian Bartez dan Vifner harus bekerja keras, karena mereka adalah penjaga Pemilu. Tanpa Bawaslu yang kapabel, jangan harap mendapatkan calon-calon yang hebat dan layak untuk dipilih dengan baik. Yang akan didapat adalah orang-orang yang hanya menjadikan politik sebagai ladang saja. Kalau ladang amal baguslah, ini ladang lain. Ada yang berladang di punggung kawan.
Bawaslu Sumbar terus mengajak masyarakat di daerah setempat agar terlibat dalam pengawasan potensi kecurangan di Pemilu 2024. Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi dan Hubungan Masyarakat (Humas) Bawaslu Sumbar Muhamad Khadafi mengatakan pengawasan menjadi salah satu kunci dalam menciptakan Pemilu yang baik.
Pihaknya mengakui masih ada ruang-ruang publik yang belum maksimalkan dalam pengawasan dan untuk itu peran partisipatif harus ditingkatkan dengan melibatkan banyak pihak. Sosialisasi yang dilaksanakan penting untuk meningkatkan keikutsertaan lapisan masyarakat untuk menyukseskan Pemilu.
Bawaslu Sumbar meminta kepada bakal Caleg untuk intens melakukan sosialisasi secara personal kepada para pemilih, dengan cara mendatangi langsung. Bawaslu menyarankan Bacaleg menemui para pemilih secara langsung, sehingga dapat mendengarkan aspirasi dan keinginan dari masyarakatIkut menyosialisasikan dan memberikan edukasi kepada masyarakat serta memastikan para pemilih sudah terdaftar pada daftar pemilih tetap (DPT).
Sama-sama meminta masyarakat menghindari ujaran kebencian. Dia meminta publik pro aktif dan respek dalam proses tahapan dan penyelengaraan Pemilu. Bersosialiasi kepada masyarakat mengenai bahaya politik uang pada Pemilu 2024 nanti melalui media sosial. Jangan sampai, Pemilu malah menjadi “jebakan betmen” bagi kita untuk masuk penjara setelah alek selesai. Orang dilantik, kita terpekik masuk jeruji.
Kita mungkin tak akan bermuluk-muluk mendapatkan hasil Pemilu/Pilpres seperti yang disampaikan James Freeman Clarke, seorang teolog dari Amerika Serikat. “Seorang politisi berpikir tentang pemilihan berikutnya. Seorang negarawan, dari generasi berikutnya.” Karena sekarang belum jelas, apa perbedaan antara politisi dan negarawan. Yang penting, Pemilu lancar saja dulu. (Wartawan Utama)
















