Menurut ia, Pemerintah Indonesia perlu memberi tekanan yang lebih kuat kepada pemerintah Swedia agar tidak meremehkan persoalan tersebut.
Hal itu menurut Hasan Basri karena pembakaran Al-Quran sangat melukai hati umat Islam dan mencenderai demokrasi.
“Jika dibiarkan, berpotensi memicu reaksi dan tindakan keras secara luas. Jika perlu Kemlu perlu memberikan warning kepada Dubes Swedia, akan ada konsekuensi politik yang kuat jika insiden serupa kembali terjadi di waktu yang akan datang,” ujarnya.
Hasan Basri mengatakan dalih pemerintah Swedia memberikan hak kebebasan, semestinya tidak dengan membiarkan aksi provokatif yang berisi ujaran dan ekspresi kebencian, apalagi dengan aksi penghinaan terhadap simbol agama.
Hal itu menurut Hasan Basri menunjukkan kebijakan kebebasan tanpa batas Pemerintah Swedia tidak sejalan dengan ketetapan PBB.
“PBB menetapkan 15 Maret sebagai Hari Internasional Melawan Islamofobia. Ini sesungguhnya seruan kepada seluruh dunia untuk menghormati simbol dan pratik agama. Semua negara semestinya mengadopsi ketetapan PBB ini sebagai kebijakan di negaranya,” ujarnya.
Ketua Komite III DPD RI itu juga menyatakan akan membawa kasus berulangnya aksi pembakaran Al Quran dalam komunikasi dengan seluruh parlemen di dunia.
“Akan kita dorong bersama seluruh perlemen di dunia, agar mampu menghadirkan undang-undang di negaranya yang memberikan jaminan dan penghormatan terhadap simbol dan praktik beragama. Ini untuk mencegah aksi-aksi provotif serupa terulang di berbagai negara,” tutupnya.(rel/fan)
