PADANG, METRO – Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumbar, Erinaldi mengatakan, tahun 2019 ini, pihaknya melaksanakan program BEKERJA (Berantas Kemiskinan, Rakyat Sejahtera) yang merupakan program dari pemerintah pusat.
Program ini dilaksanakan masuk tahun kedua.
“Tahun pertama dilaksanakan di 10 provinsi, namun Provinsi Sumbar tidak masuk. Tahun kedua ini Sumbar masuk,” terang Erinaldi, pekan lalu.
Program BEKERJA berkaitan dengan program dan kegiatan memberantas kekerdilan anak (stunting). Stunting terjadi karena kekurangan gizi. Program BEKERJA ini untuk melengkapi gizi masyarakat, dengan memberikan bantuan ayam kampung sebanyak 50 ekor per rumah tangga miskin pertanian (RTMP).
“RTMP ini artinya, yang menerima rumah tangga miskin yang berprofesi sebagai petani. Datanya dari Kemensos,” ujarnya.
Tahun 2019 ini, daerah di Sumbar yang mendapat program BEKERJA ini , daerah yang angka stuntingnya cukup tinggi, yakni Kabupaten Pasaman Barat dengan Kabupaten Pasaman.
Awalnya, data yang keluar untuk penerima program BEKERJA ini, sebanyak 27 ribu RTMP. Jika jumlah ini dikalikan 50 ekor ayam, maka dibutuhkan sebanyak 1.350.000 ekor ayam untuk 27 ribu RTMP.
“Apakah Sumbar mampu menyediakan ayam kampung sebanyak itu?” ungkap Erinaldi.
Untuk menjawab pemenuhan kebutuhan ayam ini, Erinaldi mengungkapkan pihaknya memiliki UPT Unggas yang diberdayakan. Namun, ternyata UPT Unggas tersebut hanya sanggup menyediakan 200 ribu ekor ayam untuk produksi satu tahun.
Pihaknya juga sudah mendata UPT Unggas di Kota Sawahlunto, Kabupaten Sijunjung dan Dharmasraya. Selanjutnya juga mendata kelompok tani dan masyarakat yang memiliki penghasilan unggas. Setelah didata, menurut Erinaldi, baru bisa dihitung kemampuan untuk menyediakan ayam kampung bagi RTMP ini.
“Kita juga sudah mengumpulkan seluruh kabupaten kota. Untuk mengajak mereka, saya jelaskan, yang mendapat bantuan ayam memang Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat. Ayamnya dapat oleh mereka. Namun, uangnya dapat oleh yang memproduksi. Jika harga ayam dihitung rata-rata Rp15 ribu. Maka dapat menghasilkan uang sekitar Rp20 miliar lebih. Silahkan suply ayamnya, ini sebuah prospek memproduksi anak ayam,” ungkapnya.
Sebelum adanya program BEKERJA pada tahun 2019 ini, Pemprov Sumbar juga melaksanakan program Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB) dari pemerintah pusat. Program ini dilaksanakan melalui inseminasi buatan (IB) di Provinsi Sumbar. Pada tahun 2018 lalu mencapai 106 ribu ekor sapi. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2017, dengan pencapaian IB sebanyak 103 ribu ekor sapi. Erinaldi mengatakan, IB diberikan terhadap sapi-sapi jantan yang kurang dibandingkan sapi betina. Di Provinsi Sumbar, ketersediaan sapi jantan memang kecil tidak sebanding dengan sapi betina.
Meskipun realisasi IB mengalami peningkatan tahun 2018 ini, sebenarnya Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumbar sudah menyiapkan dana operasional IB untuk 150 ribu ekor sapi. Namun, ada IB yang tidak tercatat di akhir Desember 2018.
“Karena ada yang tidak terburu melaporkan, karena di akhir Desember tidak terkejar. Makanya datanya ada yang tidak tercatat. Kita coba kasih intensif biaya operasional Rp5000 satu ekor, untuk petugas di lapangan melakukan pencatatan data sapi lahir di lapangan. Namun, yang tercatat hanya untuk bayi sapi yang dikandangkan, belum masuk yang di luar kandang,” ungkap Erinaldi, kemarin.
Pelaksanaan IB yang banyak, menurutnya, terdapat di Kabupaten Padangpariaman dan Kabupaten Tanah Datar. Selain di dua daerah itu, masih banyak daerah yang mengandalkan sapi peliharaan di lahan sawit, yang sifatnya semi intensif.
Data saat ini, jumlah populasi sapi di Sumbar mencapai 300 ribu sampai 400 ribu ekor sapi. Sedangkan kerbau 100 ribu ekor. “Targetnya, jumlahnya seimbang antara sapi yang dipotong dengan yang lahir. Tidak minus, sehingga indikator inflasi terkontrol dan rendah,” ungkapnya.
Erinaldi mengungkapkan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumbar, diberi target oleh pemerintah pusat untuk melaksanakan IB sebanyak 80 ribu ekor sapi. Dengan keberhasilan 1,1 persen, maka pada tahun 2019 ini, pelaksanaan IB sebanyak 88 ribu ekor sapi. “Padahal, pencapaian tahun 2018 berhasil mencapai 107 ribu ekor sapi. Target ini tidak logis dalam sebuah perencanaan,” terangnya.
Anggaran yang disediakan untuk IB satu ekor sapi sebesar Rp30 ribu. Sehingga jika dijumlahkan mencapai sekitar Rp4 miliar. Sementara untuk operasional petugas lapangan, sekitar Rp2 miliar, untuk satu kali pemeriksaan sapi bunting. Sehingga totalnya mencapai Rp6 miliar.
“Melalui pemeriksaan ini cepat diketahui apa sapinya bunting atau tidak,” katanya.
2018, kelahiran anak sapi tercatat 46 ribu ekor melalui IB. Jika nilai satu sapi saja rata-rata Rp5 juta, maka nilainya secara keseluruhan mencapai Rp250 miliar. (fan)















