Acara dihadiri oleh beberapa perwakilan stakeholder Kabupaten Tanah Datar, antara lain, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Prov.Sumbar, Balai Bahasa Prov Sumbar, Balai Guru Penggerak Prov.Sumbar, Mahasiswa Fakultas Komunikasi Penyiaran Islam UIN Mahmud Yunus Sumbar, SMA Muhamadiyah serta media massa.
Mengapa LSF Harus Hadir
Arturo Gunaprayitna dalam pemaparan mengatakan, mengapa LSF harus hadir sebagai lembaga yang melakukan perlindungan kepada masyarakat, karena sepanjang film dibuat jika ditonton tidak sesuai usia pasti akan mendapatkan pengaruh negatif. Sebagai contoh, ada film India tentang teroris disensor di LSF diberi klasifikasi usia 17 tahun, Ketika ditonton anak-anak yang diajak keluarganya, anak tersebut menjadi takut karena ada kekerasan di dalamnya.
Dalam Undang-Undang sudah diatur bahwa klasifikasi usia yang ada itu untuk Semua Umur, 13 tahun keatas, 17 tahun ke atas dan 21 tahun ke atas dengan regulasi-regulasi yang membatasinya. Masyarakat diharapkan dapat memilih tontonan sesuai dengan usianya untuk menghindari dampak negatif dari tontonan. Karena itu dilakukan upaya kampanye Budaya Sensor Mandiri.
Dijelaskan Arturo, banyak cara yang telah dilakukan LSF untuk mengkampanyekan Budaya Sensor Mandiri melalui berbagai media agar dapat diterima masyarakat. Selain sosialisasi secara langsung ke daerah, LSF juga telah memproduksi sejumlah Iklan Layanan Masyarakat (ILM) yang ditayangkan di setiap awal film diputar di bioskop.
Andi Muslim dalam pemaparan materinya menjelaskan bahwa regulasi-regulasi tentang sensor sudah diatur tetapi banyak yang tidak mengikutinya. Di satu pihak, media baru bermunculan menyampaikan konten-konten tontonan yang tidak disensor, kemudian masyarakat memanfaatkan media baru itu. Karena itu sangat penting untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat dalam memilah dan memilih tontonan.
Dikatakan Andi, pendampingan orang tua sangat penting dalam memfilter tontonan anak. Kita tidak bisa hanya mengharapkan instansi lembaga negara yang melakukan pencegahan. LSF sebagai lembaga negara yang memiliki tugas untuk melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film melakukan beberapa upaya perlindungan, selain sosialisasi ini, LSF juga memiliki konten media baru yang saat ini memang menjadi media yang diakses oleh masyarakat terutama generasi muda, seperti TikTok, Instagram dan lainnya.
Nara sumber ketiga, Verio Hasferi (Uda Rio) youtuber yang memulai kariernya sejak tahun 2027 di channel youtube Garundang mengatakan, setiap konten yang ditampilkan pasti akan dilakukan sensor dengan kriteria-kriteria tersendiri oleh pemiliknya.
Dikatakannya, sebagai youtuber karya saya pernah disensor dengan alasan mengandung unsur ketelanjangan. Padahal yang dilakukan hanya konten komedi, kemudian kami menjelaskan bahwa konten yang kami lakukan adalah konten komedi.
Menurut Uda Rio, kontennya mendapat tempat di tengah-tengah masyarakat karena menggunakan konten daerah dan Bahasa daerah serta mengangkat budaya daerah. Kami memilih klasifikasi SU dan 13 dalam membuat konten budaya . Kami pernah ditawari membuat video dengan Bahasa Indonesia, dan kami menolak karena tidak sesuai dengan karakter kami. Acara diselingi dengan tanya-jawab serta pertanyaan tentang pemaparan materi dengan hadiah menarik yang diberikan oleh lembaga sensor film. (ant)




















