“Misal laporan narapidana yang belum lima tahun bebas ikut caleg, ijazah palsu yang dilanjutkan masa kampanye hitam, ujaran kebencian, persoalan setelah tahapan pencalonan akan muncul,” ujarnya.
Komisioner Bawaslu Bukittinggi, Asneli Warni mengatakan adanya pola berbeda dalam kegiatan Bimtek yang sebelumnya lebih banyak menerima teori sesuai regulasi.
“Kali ini praktek dan teori sejalan, perlu sebagai pengawas untuk bagaimana memunculkan kreatifitas dan mencari solusi yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemilu,” kata dia.
Ia meminta bekal pelatihan bisa ditularkan ke jajaran masing-masing di kecamatan dan kelurahan agar bisa didiskusikan apalagi terkait permasalahan yang mungkin timbul namun belum memiliki regulasi yang jelas.
“Isu pengawasan seperti politik uang, kampanye hitam, regulasi kampanye di medsos dan semacamnya, ini menjadi masukan terbaru jika ditemukan masalah yang kabur dan multitafsir untuk diberikan regulasi baru,” kata dia.
Komisioner Bawaslu lainnya, Eri Vatria menambahkan subtansi pembekalan Bimtek adalah bagaimana memosisikan tugas antara KPU dan Bawaslu.
“Tugasnya sama-sama ingin menciptakan Pemilu yang baik, tapi Bawaslu harus lebih menguasai ilmu perundangan, pencegahan dan penindakan, kompleks semuanya, dibutuhkan skill luar biasa, artinya kita dituntut multikapasitas, bukan hanya tata cara dan sistem,” katanya menjelaskan. (pry)




















