PADANG, METRO – Bandara biasanya menjadi lokasi yang selalu ramai dengan aktifitas keberangkatan maupun kedatangan penumpang yang menggunakan jasa angkutan penerbangan udara. Namun, Sabtu (19/1), Bandara Internasional Minangkabau (BIM) mendadak samgat sepi dan suasana tersebut sangat jauh berbeda dari biasanya.
Penumpang yang biasanya ramai antrian di pintu keberangkatan, maupun penumpang yang keluar dari pintu kedatangan, pemandangan itu tidak lagi ada. Begitu juga bangku-bangku di ruang tunggu keberangkatan, sebagian besar kosong. Bahkan, beberapa maskapai yang seharusnya dijadwalkan terbang, terpaksa membatalkan penerbangan karena tidak ada penumpang.
Sepinya penumpang, juga berdampak sepinya orang berbelanja di gerai-gerai yang menjual beragam oleh-oleh. Padahal, biasanya para penumpang akan penuh sesak belanja di gerai yang ada di bandara itu sebagai buah tangan dibawa ke daerah asalnya. Pemandangan serupa juga terlihat di lobi depan BIM. Lorong panjang dari ujung ke ujung tak banyak orang.
Sementara, petugas sopir taksi bertumpuk di pintu kedatangan menunggu penumpang. Namun, karena sepinya penumpang mereka juha ketiban sial. Begitu juga dengan kereta api bandara Minangkabau Ekpsres juga tidak terlihat sepi penumpang baik yang akan ke bandara maupun yang keluar dari bandara.
Menurut Tokoh Masyarakat Sumbar, Marlis mengatakan sepinya penumpang yang menggunakan jasa penerbangan disebabkan dua hal yaitu naiknya harga tiket pesawat dan kebijakan bagasi yang berbayar. Sehingga masyarakat sangat keberatan dan terbenai dengan hal tersebut.
“Tadi (kemarin res) saya di BIM, memang sangat sepi penumpang. Biasanya kalau akan masuk, boarding saja antrian, kalau sekarang tidak ada orang. Ini sangat mengkwatirkan, karena sepinya penumpang pesawat juga berdampak besar terhadap Sumbar. Pemerintah harus segera mencarikan solusinya,” kata Marlis.
Marlis menjelaskan dampak sepinya penumpang tidak hanya bagi pihak maskapai, tetapi juga beberapa sektor di Sumbar seperti pariwisata, ekonomi. Pasalnya, harga tiket yang mahal akan menjadi penghalang bagi orang untuk datang ke Sumbar sehingga pariwisata sepi dan juga ekonomi mayarakat menurun.
“Hotel sepi, restoran, rumah makan sepi. UMKM yang meproduksi oleh-oleh juga akan berdampak. Apalagi kebijakan bagasi berbayar. Orang biasanya membawa jinjingan oleh-oleh dari Padang, sekarang sudah tidak, disebabkan adanya biaya bagasi di beberapa maskapai,” ungkap Marlis.
Marlis menegaskan persoalan ini sudah seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Tidak ada cara lainnya, bagaimanapun, pemerintah harus segera menurunkan kembali harga tiket pesawat dan merubah kebijakan bagasi berbayar menjadi gratis. Kalau tidak, maka situasi seperti ini akan terus berlanjut.
“Permasalahan ini tidak main-main, karena berdampak kepada semua sektor. Kalau pemerintah tidak segera mengambil kebijakan, tentu masyarakat akan memprotes. Bila perlu, masyarakat harus mengambil sikap dengan boikot penerbangan, biar bangkrut semua maskapai,” ungkap Marlis.
Marlis menegaskan alasan pemerintah menaikkan harga tiket pesawat disebabkan biaya pemeliharan pesawat yang sangat tinggi seharusnya tidak bisa dijadikan alasan. Pasalnya, jika hal tersebut menjadi alasan, sedangkan penerbangan melalui luar negeri bisa lebih murah.
“Ini tidak masuk akal. Harusnya pemerintah bisa melihat pembanding. Masa penerbangan dari Padang-Kualakumpur-Jakarta bisa lebih murah dari Padang-Jakarta. Itu kan bisa jadi pembanding. Herannya masa maskapi yang lain itu bisa lebih mahal daripda makapai Garuda. Intinya persoalan ini harus diselesaikan,” ungkap Marlis.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang, Medi Iswandi mengatakan sepinya penumpang penerbangan, wisatawan yang datang ke Padang pada akhir pekan jauh berkurang. Bahkan biasanya, Jumat merupakan waktu padatnya penumpang yang bertolak dari Jakarta ke Padang.
“Penumpang maskapai ternama tak sampai sepuluh jari. Ini dampaknya besar terhadap Kota Padang khsusunya di Pariwisata. Artinya kunjungan ke Padang juga sangat berkurang kalau kedatangan penumpang di bandara sepi,” ungkap Medi.
Medi menutrurkan, berdasarkan laporan yang didapat dari PT Angkasa Pura II, pergerakan pesawat dan pergerakan penumpang mengalami penurunan sejak 1-8 Januari 2019 kemarin. Menurut data dari PT Angkasa Pura II, dibandingkan tahun 2018 secara rata-rata, trend pergerakan pesawat -8 persen sampai -10 persen. Sedangkan trend pergerakan penumpang -20 persen sampai -30 persen.
“Kondisi ini akan mengancam keberlanjutan dunia pariwisata. Perbaikan destinasi wisata serta promosi yang dilakukan Pemko Padang memakan biaya yang tak sedikit. Dengan tingginya biaya penerbangan saat ini, semua yang dilakukan pemerintah dalam membenahi pariwisata menjadi sia-sia,” pungkasnya.
Sementara itu, saat wartawan menghubungi GM Angkasa Pura II BIM, Dwi Ananda Wicaksanauntuk mengkonfirmasi terkait kondisi BIM yang sepi, hingga pukul 21.00 WIB, belum ada diangkat dan belum ada jawaban. (rgr)