Oleh: Reviandi
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Raya didirikan 6 Februari 2008. Hari ini, Senin 6 Februari 2023, partai berlambang kepala burung Garuda itu berumur 15 tahun. Tak bisa dipungkiri, Gerindra sangat identik dengan Prabowo Subianto. Seidentiknya Megawati dengan PDIP, SBY dengan Demokrat, Surya Paloh dengan NasDem. Lainnya? Rasanya tidak ada, mungkin Perindo dengan Hary Tanoesoedibjo yang “identiknya” malu-malu kucing.
Sebagai partai yang kini dapat dikategorikan besar, karena memiliki suara terbesar kedua pada Pileg 2019 dan kursi ketiga terbesar di DPR RI, tentu Gerindra sudah banyak berkiprah untuk Indonesia. Setidaknya, sejak kehadirannya, Gerindra selalu hadir dalam Pemilu Presiden (Pilpres) pada tiga edisi berbeda, 2009, 2014 dan 2019. Sayang, keberuntungan belum berpihak kepada Prabowo, sang protagonis utama.
Pada awal keikutsertaanya dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 2009, Gerindra hadir dengan gebrakan yang menarik dalam sejumlah iklan dan media kampanyenya. Prabowo yang merupakan mantan Danjen Kopassus, hadir dengan seragam serupa Presiden RI pertama Ir Soekarno. Ditambah dengan efek lengkingan burung (Garuda) yang sedang terbang dan suara Prabowo yang akan membawa Indonesia sejahtera.
Dari perjuangan awal itu, Gerindra mendapatkan 4,64 juta suara, atau 4,46% dari total suara sah nasional 104,05 juta suara. Gerindra menempatkan 26 orang di DPR. Sayang, dengan mengusung Prabowo sebagai Cawapresnya Megawati, Prabowo kalah dalam Pilpres pertamanya. Dia dikalahkan dua anak buah Megawati, incumbent Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono.
Tak patah arang, Gerindra kembali bertarung dalam Pileg 2014 dan mendapatkan hasil yang jauh lebih baik. Perolehan suaranya naik drastis jadi 14,75 juta suara dari 124,88 juta suara atau 11,81%. Gerindra berada di bawah PDIP dengan 18,96 % dan Partai Golkar 14,75%. Prabowo mengirimkan 73 orang kadernya ke Senayan.
Kali ini, Prabowo kembali maju Pilpres bersanding dengan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa. Sayang, dia masih belum beruntung dan dikalahkan oleh jagoan PDIP yang baru, Joko Widodo (Jokowi) yang bersanding dengan mantan Wapres SBY, Jusuf Kalla (JK). Prabowo pun harus bersabar untuk kembali pada tahun 2019.
Pada 2019, Gerindra kembali naik kelas dengan mendapatkan 17,23 juta, atau 12,31% dari 129,97 juta suara sah nasional. Berada di urutan kedua terbesar setelah PDIP yang meraih 19,33% suara. Namun, saat dikonversikan ke kursi, Gerindra turun menajdi nomor tiga dengan 78 kursi, di bawah PDIP 128 kursi dan Golkar 85 kursi. Artinya, kursu-kursi Gerindra jauh lebih “mahal” dari Golkar.
Bagaimana dengan di Sumatra Barat? Pada Pileg 2009, Partai Gerindra belum mampu mendudukkan kadernya di DPR RI. Mungkin, waktu yang singkat membuat kader-kader Gerindra tidak bisa bergerak banyak. Partai pun hanya memiliki persiapan minim, karena berdiri 6 Februari 2008, lolos sebagai peserta Pemilu Juli 2008 dan Pemilu digelar pada 9 April 2009. Pastinya, para calon sudah harus bergerak di saat partai baru berusia beberapa bulan saja.
Bahkan, salah satu tokoh utama berdirinya Gerindra, Fadli Zon juga tak bisa berbuat banyak saat itu. Dia adalah orang asli Payakumbuh dan bertarung di Dapil Sumbar 2 yang terdiri dari Padangpariaman, Kota Pariaman, Agam, Bukittinggi, Payakumbuh, Limapuluh Kota, Pasaman dan Pasaman Barat (Pasbar). Fadli Zon pun kembali mendapatkan kekalahan yang sama, karena pada Pemilu 1999 juga pernah maju dari Partai Bulan Bintang (PBB) di Dapil itu.
Sementara yang melenggang di Dapil Fadli dan membuat Gerindra gigit jari adalah mantan Wali Kota Bukitinggi Djufri dengan raihan suara 83.046 dan Mulyadi (63.367) dari Partai Demokrat. Selanjutnya Golkar yang mengirim Nudirman Munir (31.418), Taslim dari PAN (15.688), Refrizal dari PKS (27.214) dan “the one and only” Muhammad Iqbal dari PPP dengan 22.429 suara. Hingga kini, hanya Iqbal yang masih terpilih 2019 dan maju kembali 2024 mendatang. Di Dapil 1 Sumbar pun, Gerindra tidak dapat berbuat banyak. Kursinya juga nol.
Barulah pada 2014, Gerindra mulai dipercaya melaju ke Senayan dari Sumbar. Dua wakilnya, Suir Syam dari Dapil 1 dan Ade Rezki Pratama dari Dapil 2 bisa menyamakan diri dengan Golkar, Demokrat, PKS, PPP dan PDIP yang sama-sama mendapati dua kursi. Sementara PAN dan NasDem masing-masing hanya mendapatkan satu kursi atas nama Asli Chaidir dan Endre Syaifoel.
Pada Pileg terakhir 2019, Partai Gerindra sudah menjadi partai yang super besar di Sumbar. Bahkan, kursi DPR RI nya bertambah menjadi tiga kursi dengan nama Andre Rosiade dan Suir Syam di Dapil 1 dan Ade Rezki Pratama di Dapil 2. Jumlah suara mereka betul-betul besar, bahkan Andre dan Ade di atas 100 ribu suara. Suir Sam masih setengahnya namun mampu mendapatkan kursi ketujuh dari delapan kursi Dapil 1.
Di DPRD Sumbar, Gerindra sudah mendapatkan kursi pada Pemilu 2009, atau keikutsertaan pertama. Dari total 55 kursi di DPRD Sumbar, Gerindra mendapatkan 4 kursi. Sama dengan Hanura dan PPP. Saat itu, Pemilu disebut dengan “tsunami” Demokrat dengan begitu superiornya SBY. Demokrat mendapatkan 14 kursi, disusul Golkar 9, PAN 6, DPIP 3, PBB 3 dan PBR 2 kursi. Empat orang kader awal Demokrat itu sudah mulai mewarnai DPRD Sumbar dan “berkicau” saat Gubernur Irwan Prayitno memimpin mulai 2010.
Barulah pada 2014, Partai Gerindra mulai menunjukkan kekuatannya dengan mendapatkan 8 kursi. Dari semua Dapil di Sumbar, Gerindra meloloskan satu orang. Mereka adalah Hidayat, Jasma Juni Dt Gadang, Ismunandi Sofyan, Syahiran, Supardi, Darmawi, Sabrana dan Sudarmi Saogo. Darmawi juga didapuk menjadi Wakil Ketua DPRD Sumbar.
Saat itu, jumlah kursi DPRD Sumbar naik dari 55 menjadi 64. Partai Golkar kembali memenangkan Pileg setelah kalah di 2009 dari Demokrat. Dengan 9 kursi, Golkar menempatkan Hendra Irwan Rahim sebagai ketua DPRD Sumbar. Kursi lainnya diduduki PDIP 4, PPP 8, PAN 8, PS 7, PBB 1, PKB 1, Demokrat 8, Hanura 5 dan Parta NasDem yang memulai keikutsertaanya mendapatkan 6 kursi.
Dengan modal delapan kursi itu, pada Pemilihan Gubernur Sumbar 2015, Partai Gerindra mengusung Nasrul Abit sebagai calon Wakil Gubernur mendampingi incumbent Gubernur dari PKS, Prof Irwan Prayitno. Mereka berhasil mengalahkan incumbent Wakil Gubernur Muslim Kasim dan Fauzi Bahar yang diusung PDIP, PAN, Partai NasDem, dan Partai Hanura.
Pada Pemilu 2019, Partai Gerindra ditasbihkan menjadi raja Sumbar dengan kemenangan besar mereka dan mendapatkan 14 kursi. Mengalahkan PKS, PAN dan Demokrat yang masing-masing 10 kursi. Kursi lainnya diisi Partai Golkar 8, PPP 4, Partai NasDem, PDIP dan PKB masing-masing 3 kursi.
Mendapatkan suara bersih sah 476.985 dari delapan daerah pemilihan, mereka yang melenggang ke DPRD Sumbar adalah, Desrio Putra, Hidayat, Evi Yandri dari Dapil 1 (Kota Padang), Tri Suryadi dan Jempol Dapil 2 (Padangpariaman dan Pariaman), Dapil 3 (Agam dan Bukittinggi) Ismunandi Syofyan, Dapil 4 (Pasaman dan Pasbar) Yunisra Syahiran dan Khairuddin Simanjuntak.
Selanjutnya Dapil 5 (Payakumbuh dan Limapuluh Kota) Nurkhalis dan Supardi, Dapil 6 (Padangpanjang, Tanahdatar, Sijunjung, Sawahlunto, Dharmasraya) Mesra dan Syafruddin Putra, Dapil 7 (Kota Solok, Kabupaten Solok dan Solok Selatan) Mario Syahjohan dan Dapil 8 (Pessel dan Kepulauan Mentawai) Mukhlis Yusuf Abit.
Meski unggul dalam Pileg, Gerindra yang mengusung pasangan kader mereka Nasrul Abit dan Indra Catri (NA-IC) tanpa koalisi dengan partai lain harus kalah di Pilgub Sumbar 2020. Mereka harus mengakui jagoan dari koalisi PKS-PPP atas nama Mahyeldi dan Audy Joinaldy.
Kini, NA sudah tiada dan Gerindra harus memajukan kader yang super kuat untuk melawan Mahyeldi dua periode. Nama anggota DPR RI yang juga Ketua DPD Gerindra Sumbar Andre Rosiade tentu paling berpeluang. Sebelum itu, Andre juga harus menunjukkan dirinya dalam Pileg Februari 2024 mendatang, sebelum Pilgub Sumbar November 2024.
Selain di Provinsi, 2019 Gerindra juga mengunci 11 dari 19 posisi Ketua DPRD di Kabupaten dan Kota atau 57 persen. Artinya, Gerindra menang. Mereka adalah Syafrial Kani di Kota Padang, Arwinsyah Padangpariaman, Fitri Nora Kota Pariaman, Novi Irwan Kabupaten Agam, Herman Sofyan/Benny Yusrial Kota Bukitinggi, Parizal Hafni/Erianto Pasaman Barat, Bustomi Pasaman, Deni Asra Limapuluh Kota, Ronny Mulyadi Tanahdatar, Bambang Surya Irwan Sijunjung dan John Firman Pandu/Dodi Hendra Kabupaten Solok.
Titik-titik yang tidak dimenangkan Gerindra pun sebenarnya tidak terlalu rendah karena menempatkan kader sebagai wakil ketua DPRD, seperti di Yulius Caesar di Padangpanjang, Armensyah Johan Solok Selatan, Wulan Denura Payakumbuh, dan Hakimin Pesisir Selatan. Sementara di Sawahlunto hanya satu kursi dari 20, Kota solok dua dari 20, Dharmasraya tiga dari 30 dan Kepulauan Mentawai 2 dari 20.
Partai Gerindra punya potensi besar atau modal kuat dalam menghadapi Pileg 2024. Karena, banyak kader-kadernya yang sudah di DPRD dan DPR RI. Sudah banyak berbuat untuk negeri. Bahkan, juga harus siap memastikan kemenangan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Tidak lagi hanya di Sumbar seperti 2014 dan 2019, tapi juga harus menang di tingkat nasional. Sungguh tugas yang berat, karena dua lawan berat, Ganjar Pranowo dari PDIP dan Anies Baswedan (NasDem, PKS, Demokrat) selalu berada di tiga besar survei bersama Prabowo.
Menutup tulisan Hari ulang tahun Gerindra ini, baiknya kita simak dua kalimat Prabowo Subianto yang begitu heroik. Tapi tidak perlu diartikan, cukup dibaca saja. “Pendekar sejati harus bisa membela keluarga, lingkungan, dan negara. Bukan mengancam, menindas, atau menyakiti orang” dan “Rakyat kita terus miskin, rakyat kita terus menderita karena kekayaan kita terus bocor. Kita harus berani lawan. Kita Macan Asia.”
(Wartawan Utama)
