PADANG, METRO – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumbar merilis paparan terbarunya melalui Outlook Ekonomi dan Politik 2018, serta Dampak Pemilu 2019 di Sumbar. Desember 2018 kemarin. OJK menyampaikan, bahwa pesta politik yang akan diselenggarakan di April tahun 2019 ini akan memunculkan berbagai risiko.
“Berikut disampaikan economic outlook 2018 serta pemilu effect 2019. Semoga bermanfaat,” kata Kepala Sub Bagian Pengawasan Pasar Modal OJK Sumbar, Muhammad Taufik dalam keterangan tertulis yang diterima Posmetro, baru-baru ini.
OJK memandang, pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak tahun 2019 akan memunculkan sentimen negatif seperti jika terjadi kampanye hitam, akan ada aturan yang tidak konsisten seperti kebijakan populis jelang Pemilu, dan akan ada aturan-aturan yang bergeser.
Aturan-aturan yang bergeser tersebut yakni, review proyek infrastruktur yang berpotensi meningkatkan risiko kredit, review proyek-proyek yang bekerja sama dengan negara tertentu dan perubahan kebijakan subsidi, pajak, dan lainnya.
Namun, Pemilu 2019 juga bisa memunculkan dampak positif seperti adanya potensi peningkatan kredit, mendorong capital inflow, dan akan mempengaruhi pada nilai tukar rupiah.
OJK menerangkan secara historis, pelaksanaan Pemilu selalu diikuti oleh perbaikan (penguatan) nilai tukar rupiah jangka pendek, kecuali pada 2009 di mana terjadi capital inflow kepada negara-negara berkembang pasca global financial crisis.
Sementara itu, tahun politik diperkirakan relatif tidak berdampak signifikan pada kinerja perbankan. OJK berpendapat bahwa pertumbuhan kredit yang melambat dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) cenderung stagnan di tahun politik sebelumnya (2014).
OJK menambahkan, hal tersebut terjadi akibat pertumbuhan ekonomi global yang melambat, turunnya harga komoditas, normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan turunnya pertumbuhan ekonomi China. Sejak awal tahun 2018 hingga Oktober 2018, pertumbuhan kredit terus meningkat sementara pertumbuhan DPK cenderung melambat.
Kondisi ini akan mengakibatkan pengetatan likuiditas, terutama saat menghadapi tahun politik (2019) yang cenderung akan mendorong pertumbuhan kredit (khususnya kredit konsumsi dan modal kerja). (mil)


















