JAKARTA, METRO–Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ancaman ekonomi global yang sulit tahun ini diprediksi masih akan terjadi hingga tahun 2023. Ini terlihat dari sejumlah negara yang melakukan pengetatan kebijakan moneter mengantisipasi lonjakan inflasi.
Pernyataan ini disampaikan Menkeu dalam 4th Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting, di Washington, D.C, Amerika Serikat, Kamis (13/10). “Kita dapat memperkirakan bahwa situasi global tetap sulit pada tahun 2022 dan mungkin dapat berkembang hingga tahun 2023,” kata Menkeu.
Ia mengatakan, saat ini dunia sedang dilanda permasalahan serius. Seperti inflasi yang meninggi, pendapatan negara melemah, peningkatan krisis pangan dan energi, perubahan iklim, dan konflik geopolitik yang masih memanas.
Menkeu yang akrab disapa Ani itu menyebut tingginya eskalasi perang di Ukraina dan Rusia menyebabkan krisis pangan berkepanjangan. Tak hanya itu, perang juga mengakibatkan volatilitas harga energi yang tinggi dan bergejolak, gangguan rantai pasok global.
“Meskipun harga pangan global membaik dan pembukaan kembali ekspor biji-bijian, makanan tetap di luar jangkauan banyak orang, dan konsekuensi dari pandemi dan dari cuaca ekstrem kemungkinan akan membuat harga pangan tetap tinggi,” ujar Ani.
Lebih lanjut, ia menyebut pandemi dan perang di Ukraina telah membuat harga energi melonjak, guncangan harga energi telah memengaruhi sebagian besar negara termasuk negara berkembang. Terutama negara pengimpor energi. Mereka menghadapi tantangan tertinggi.
Aksi antisipasi moneter, dengan pengetatan kebijakan guna menekan inflasi, pun dilakukan lebih cepat dari prediksi. Dampaknya, banyak negara maju dan berkembang menaikkan suku bunga secara signifikan.
“Perang, naiknya harga komoditas, meningkatkan inflasi global dan naiknya suku bunga, serta pengetatan suku bunga meningkatan kesulitan bagi seluruh negara, baik negara berpendapatan rendah, menengah, bahkan negara maju sekalipun,” tegasnya.
Ani mengatakan, saat ini juga banyak negara yang memiliki utang besar pascapandemi. Seluruh permasalahan ini memperburuk inflasi dan mengganggu stabilitas sosial. Hal ini bahkan membuat rumah tangga dengan kondisi ekonomi miskin dan rentan akhirnya mengalami penurunan taraf hidup.
Dia melanjutkan, seluruh kondisi tersebut membuat upaya banyak negara semakin sulit untuk pulih. Bahkan, situasi global diprediksi akan tetap sulit hingga 2023. Sri Mulyani berharap, adanya G20 menjadi momentum untuk bekerja sama menemukan solusi agar seluruh negara bisa kembali pulih.
“Tindakan kolektif diperlukan untuk melindungi mata pencaharian mereka yang berada dalam bahaya. Selain itu agar dunia kembali ke pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif,” pungkas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu. (jpc)
