SAWAHAN, METRO–Beberapa orang wali kelas SMP 1 Padang tidak bisa membendung air mata saat bertemu dengan Komisi IV DPRD Padang di ruangan Kepala Sekolah SMP 1 Padang. Para wali kelas seakan meratapi dosa yang diperbuat karena melakukan mark up nilai siswa kelas IX di SMP 1 Padang.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Padang, Irawati Meuraksa dengan geramnya meminta jawaban apakah mark up nilai siswa di SMP 1 Padang diketahui oleh Kepala Sekolah, walimurid dan siswa saat sidak Komisi IV DPRD ke SMP 1 Padang.
“Saya ingin bertanya, apakah mark up nilai di SMP 1 Padang ini diketahui oleh Kepala Sekolah, wali murid dan siswa kelas IX SMP,” tanya Irawati, Rabu (29/6).
Ia yang juga alumni dari SMP 1 Padang ini menyesalkan telah terjadi mark up nilai yang dilakukan oleh sekolah tempat ia menimba ilmu dahulu. “Jujur, kami alumni SMP 1 sangat kecewa dengan mark up nilai ini. Saya selalu di tanya alumni kenapa ini bisa terjadi. Apalagi saya juga anggota DPRD Kota Padang,” tegasnya.
Guru Bimbingan Konseling SMP 1 Padang Erdawati menjelaskan, mark up nilai dilakukan setelah melakukan pertemuan dengan wali murid, dan siswa kelas IX. “Kami minta maaf, mark up nilai ini dilakukan setelah dilakukan pertemuan dengan wali murid dan siswa kelas IX SMP 1 Padang,” ucapnya.
Ia meminta bantuan kepada Komisi IV DPRD Kota Padang untuk tidak menghukum siswa, karena siswa tidak bersalah dalam hal ini. “Jangan hukum siswa kami pak, kami iklas kena hukum, asal anak-anak kami diselamatkan. Ini kami lakukan sebagai bentuk kepedulian kami terhadap siswa kami,” jelasnya.
Ia menambahkan, mark up nilai dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap siswa yang beralamat di blank zone. “Kami melakukannya, sebagai bentuk kepedulian kami kepada siswa yang beralamat di blank zone. Kita kasihan, mereka tidak dapat sekolah di sekolah negeri lanjutan,” tambahnya.
Salah seorang wali kelas yang lain, menambahkan, mereka kasihan melihat siswa yang telah lulus bersekolah di sekolah lanjutan swasta tidak memakai jilbab.
“Kami berusaha menanamkan nilai-nilai akidah kepada siswa kami. Tetapi, ketika mereka melanjutkan sekolah ke sekolah lanjutan swasta, mereka sudah melepas jilbab. Aturan sekolah swasta tersebut melarang siswanya memakai jilbab,” ucapnya sambil menitikkan air mata.
Lebih lanjut, wali kelas tersebut menjelaskan juga, tidak mengerti perintah dari kepala sekolah perihal penarikan nilai yang telah di mark up.
“Kita tidak mengerti maksud perintah dari kepala sekolah, apakah nilai yang telah di mark up ditarik atau rapor yang ditarik. Alhasil tidak ada kejelasan dari kepala sekolah,” jelasnya.
Sebanyak 50 orang siswa SMP 1 kelas IX terindikasi melakukan mark up nilai demi mendapatkan sekolah lanjutan lewt jalur Prestasi PPDB.
Kepala Sekolah SMP 1 Yan Hedrik menegaskan, penggelembungan nilai rapor yang terjadi merupakan inisiatif dari para wali kelas IX SMP 1 Padang. Hal ini dilakukan karena, pada tahun kemarin, banyak siswa yang tidak dapat diterima di SMA negeri, karena berdasarkan kartu keluarga, siswa tersebut berada di blank zone.
“Timbul rasa keibuan dari para wali kelas karena di tahun sebelumnya banyak siswa yang beralamat di blank zone tidak dapat bersekolah di sekolah negeri,” ungkapnya.
Ia menambahkan, mark up nilai telah ditarik sebelum berlangsungnya PPDB jalur prestasi. “Jadi kita telah menarik nilai-nilai yang telah ditambahkan tersebut. Entah kenapa masih ada penambahan nilai terhadap 50 orang siswa,” ucapnya.
Ketua Tim Verifikasi Dinas Pendidikan Kota Padang Maidison menjelaskan, semua permasalahan mark up nilai di SMP 1 Padang ini pada saat ini telah ditangani oleh Tim Inspektorat. “Kita tunggu saja hasil investigasi dari Tim Inspektorat. Semoga hasilnya bisa memuaskan semua,” ucapnya.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Padang Zulhardi Z Latif meminta agar siswa tidak dikorbankan dalam permasalahan ini. Hal ini di ungkapkannya karena ada informasi dari Dinas Pendidikan Sumbar, bahwa siswa yang melakukan mark up nilai.
“Saya tidak setuju kalau siswa di salahkan. Berdasarkan informasi dari Dinas Pendidikan Sumbar, sekolah menyatakan yang melakukan mark up nilai adalah siswa. Yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana menyelamatkan siswa yang berjumlah 50 orang ini. Jelas mereka korban,” tutupnya. (ade)
