JAKARTA, METRO–Sejumlah kepada daerah meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo meninjau kembali SE Penghapusan Honorer. Surat edaran yang diterbitkan 31 Mei itu dinilai akan memicu masalah baru. “Kami tidak menolak melaksanakan kebijakan pemerintah pusat, tetapi mohon ada pertimbangan bagi wilayah yang pendapatan asli daerah (PAD)-nya minim,” kata Wakil Bupati Nias Barat Era Era Hia kepada JPNN.com, Minggu (5/6).
Dia mengungkapkan, dari tiga solusi yang ditawarkan pemerintah pusat, Pemkab Nias Barat lebih condong ke CPNS, dibandingkan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), apalagi outsourcing. Jika merekrut CPNS, pemda tidak lagi memikirkan soal gaji dan tunjangan. Sangat berbeda dengan PPPK, yang saat ini masih polemik. Wabup Era mengungkapkan minimnya dana Kabupaten Nias Barat berimbas pada pengangkatan PPPK 2021.
Sampai saat ini sekitar 600 guru belum diberikan SK PPPK karena terganjal masalah gaji. “Makanya kami mengusulkan agar pemerintah pusat membuka rekrutmen CPNS saja bagi para honorer ini,” terangnya. Mengenai regulasinya, Wabup Era mengatakan semuanya bisa diubah. Ini demi penyelesaian masalah honorer. Secara terpisah, Bupati Bolaangmongondow Selatan (Bolsel) H Iskandar Kamaru mengungkapkan berat rasanya bila harus menghapus honorer. Itu karena pihaknya masih membutuhkan tenaga honorer. Dia juga mengusulkan agar solusinya adalah diangkat PNS saja. Kalau ke PPPK, Pemda kesulitan dengan gaji dan tunjangan. “Masalah pengangkatan PPPK ini ada di anggaran gaji. Kalau ditanggung pusat, kami dengan senang hati mengusulkan seluruh honorer di Bolsel jadi PPPK,” terang Bupati Iskandar.
Syahid Ridho: Nasib Honorer Menjadi PR
Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Muhammad Syahid Ridho meminta pemerintah daerah (pemda) menyiapkan skema penyelamatan menyusul rencana penghapusan honorer mulai 2023. Hal itu disampaikan Syahid Ridho merespons terbitnya Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo tentang penghapusan honorer.
“Sejauh ini belum ada perubahan kebijakan bahwa di 2023 sudah tidak ada lagi yang namanya honorer pemerintahan. Kecuali, pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK),” ujar Syahid Ridho di Tanjungpinang, Jumat (3/6).
Oleh karena itu, dia meminta Pemprov Kepri melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD) segera mendata seluruh tenaga honorer baik pegawai tidak tetap (PTT) maupun tenaga harian lepas (THL) di semua organisasi perangkat daerah (OPD). Data itu menurutnya akan disampaikan DPRD bersama Pemprov Kepri kepada pemerintah pusat melalui KemenPAN-RB, agar tenaga honorer tersebut bisa diakomodasi melalui formasi PPPK alias P3K. “Perihal terakomodir atau tidak, itu tergantung kebijakan pemerintah pusat. Namun, tetap kami perjuangkan, apalagi honorer yang sudah mengabdi di atas lima sampai sepuluh tahun,” tutur Ridho.
Khusus guru honorer, dia menyebut sudah mulai difasilitasi melalui seleksi PPPK. Sepanjang tahun ini saja sekitar 800 guru tidak tetap (GTT) di Kepri ikut seleksi dan dinyatakan lulus untuk diangkat menjadi PPPK. “Yang menjadi PR (pekerjaan rumah, red) kami saat ini ialah nasib honorer yang tersebar di OPD. Kasihan juga kalau harus dipaksa berhenti kerja, di sisi lain angka pengangguran daerah makin bertambah,” ucap Ridho. Politikus PKS itu juga menyatakan saat ini sudah tidak ada lagi istilah penerimaan tenaga honorer di Kepri sesuai instruksi Kemenpan-RB. “Akan jadi teguran bagi kepala daerah, jika masih berani terima pegawai honorer,” ujar Ridho. (esy/ant/fat/jpnn)
