JAKARTA, METRO–Masalah kebocoran data di Indonesia sudah ramai pada awal 2022. Pekan lalu, data kesehatan milik masyarakat yang disinyalir milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diduga bocor dan diperjualbelikan di pasar bebas di internet.
Terkait dengan kasus-kasus kebocoran data lainnya, perusahaan riset dan keamanan siber Kaspersky meminta masyarakat dan pelaku bisnis untuk tetap waspada. Pasalnya, kasus serupa diprediksi akan tetap marak terjadi sepanjang 2022 ini.
Para pelaku kejahatan siber disebut masih akan menargetkan berbagai industri, mulai dari maskapai penerbangan, rumah sakit, situs web pemerintah, bank, perusahaan telekomunikasi, universitas, E-Commerce dan bahkan raksasa media sosial melalui berbagai cara canggih.
Selain kasus kebocoran data, tim riset keamanan siber Kaspersky juga memprediksi tren serangan siber lainnya. Untuk tahun ini, meski serangan ransomware diprediksi cenderung menurun, ada serangan-serangan lainnya yang perlu diwaspadai.
“Inisiasi awal dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS), yang melibatkan FBI, dan bahkan keapabilitas ofensif Komando Siber AS. Kaspersky mengantisipasi bahwa serangan tersebut mungkin dapat muncul sewaktu waktu, dengan fokus untuk menyerang negara-negara berkembang dengan kemampuan investigasi siber minimal atau negara-negara yang bukan sekutu AS,” kata Vitaly Kamluk, Direktur Global Research & Analysis Team (GReAT) untuk Asia Pasifik di Kaspersky.
Hal yang perlu diwaspadai selanjutnya adalah penipuan online tingkat lanjut dan rekayasa sosial atau Social Engineering akan ramai di tahun 2022. Para pelaku kejahatan siber tahun ini dikatakan bakal lebih berfokus pada serangan non-teknologi, eksploitasi kerentanan manusia, melibatkan segala jenis macam rekayasa sosial melalui SMS, panggilan telepon otomatis, pengirim pesan populer, jejaring sosial dan lainnya.
Selain itu, dengan berkurangnya serangan ransomware yang ditargetkan secara terbuka mengekspos data curian, kita akan melihat munculnya data curian yang diperjualbelikan di pasar gelap selama 2022 ini.
Namun foto di kartu identitas adalah foto pelaku. Setelah itu, pelaku membuat kartu ATM dan buku rekening baru atas nama korban, di cabang berbeda.
Untuk modus ini, polisi masih melakukan pendalaman dengan melihat berbagai kemungkinan, seperti sumber kebocoran data pribadi korban. Bahkan, tak menutup kemungkinan dugaan adanya keterlibatan nasabah pada aksi kejahatan tersebut.
“Sumber kebocoran data nasabah itu bisa dari manapun, bahkan termasuk kelalaian nasabah sendiri yang mengirim data pribadinya ke berbagai pihak, semisal saat mengisi aplikasi tertentu di internet,” jelas Dedi.
Atas dasar itu, Dedi mengharapkan masyarakat lebih berhati-hati dan cermat pada saat bertransaksi. Penyidik tidak membenarkan data pribadi diberitahukak kepada orang lain. Nasabah juga dilarang keras memberikan informasi PIN, password, dan OTP ke orang lain, meski kepada keluarga terdekat.
“Jadi, memang ini kejahatan yang terorganisasi. Ada yang mengambil data, menduplikasi, mencetak, menjual, dan mengambil duitnya. Pelaku cenderung mencari celah bagaimana teknologi bisa direkayasa, mereka terus mempelajari itu,” pungkasnya. (jpg)
