PADANG, METRO–Terkait adanya utang negara pada tahun 1950 yang tak kunjung dibayar, Hardjanto Tutik melalui kuasa hukumnya Dr Amiziduhu Mendrofa, melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Kelas IA Padang, jalan Khatib Sulaiman, Kota Padang.
Tak tanggung-tanggung, Hardjanto Tutik, melalui kuasa hukumnya dalam hal ini sebagai penggugat, menggugat Presiden RI, Menteri Keuangan RI dan Ketua DPR RI, selaku tergugat.
Sidang perkara perdata nomor 158 ini, diketuai oleh Ferry Hardiansyah, dengan didampingi hakim anggota Yose Ana Rolinda dan Egi Novita digelar secara terbuka. Menurut penggugat, terdapat beberapa alasan, kliennya mengajukan gugatan.
Dalam undang-undang darurat RI Nomor 13 tahun 1950 tentang pinjaman darurat, yang ditetapkan di Jakarta tanggal 18 Maret 1950 dan ditandatangani Presiden RI, Ir Soekarno. Undang-undang darurat nomor 13 tahun 1950, telah menetapkan tentang pinjaman darurat,yang diatur pada pasal 1.
Dimana disebutkannya, menteri keuangan diberi kuasa selama tahun 1950 untuk mengambil segala tindakan, untuk mengadakan pinjaman bagi negara RI dan, untuk mewajibkan turut serta dalam pinjaman sedemikian itu, lagi pula mengeluarkan peraturan-peraturan tentang peredaran uang jika perlu dengan menyimpang dari undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang berlaku, kecuali konsitusi sementara.
“Undang-undang nomor 24 tahun 2002, tentang surat utang negara (obligasi) tahun 1950, menyebutkan program reka- pitalisasi bank umum, pinjaman luar negeri dalam bentuk surat hutang, pinjaman dalam negeri dalam bentuk surat hutang, pembiayaan kridit progam, yang dinyatakan sah dan tetap berlaku sampai surat jatuh tempo,” katanya dalam gugatannya.
Tak hanya itu, jumlah pinjaman itu didasarkan pada penetapan dalam pasal 4 dan 8 dari keputusan tanggal 19 Maret 1950 . Kemudian surat pinjaman berbungan 3 per seratus dalam satu tahun yang dibayar, atas kupon tahunan pada setiap tanggal 1 September 1950. Dimana kupon dapat ditunaikan pada semua kantor De Javasche Bank di Indonesia dan jika perlu pada tempat-tempat lain.
“Bahwa berdasarkan bukti penerimaan uang pinjaman oleh, tergugat yang ditandatangani oleh Sjafruddin Prawiranegara selaku menteri keuangan tahun 1950, sebesar Rp 80.300, dengan bunga sebesar 3 persen per satu tahun. Berdasarkan peraturan perundang-undang,”sebutnya.
Ditambahkannya, pada bukti surat pinjaman pemerintah tahun 1950 dengan nilai satu lembar adalah sebesar Rp 10.000 dan jumlah lembaran pinjaman pemerintah RI sebanyak 3 lembar dengan, nomor X 7155505 X 715514 dengan jumlah pinjaman sebesar Rp 30.000 serta foto kopi.
Bukti surat pinjaman pemerintah tahun 1950 dengan 1 lembar sebesar Rp1000 dan jumlah pinjaman pemerintah RI sebanyak 36 lembar. Bunga pinjaman 3% per satu tahun dari pokok pinjaman Rp80.300, bungan satu tahun Rp2.409 dan bunga pinjaman pokok koversikan pada emas murni, maka dapat emas seberat 0,603 kg per satu tahun.
Pinjaman pemerintah Indonesia, terhitung dari tanggal 1 April 1950 sampai 2021 sudah 71 tahun X bunga dikonversikan dengan emas 0,633 kg adalah sebanyak 42,813 kg emas murni.
Usai sidang perdananya, dilanjutkan dengan mediasi. Dimana dalam mediasi tersebut, digelar secara tertutup namun dihadiri oleh para pihak. Dalam mediasi yang menjadi mediatornya, adalah Reza Himawan Pratama. Namun mediasi tidak dapat dilanjutkan, karena prinsipalnya tidak hadir sehingga ditunda.
Sementara itu, di luar persidangan Dr Amiziduhu Mendrofa, membeberkan terjadinya utang tersebut.
“Dimana utang negara ini pada tahun 1950, ada salah seorang memberikan pinjaman kepada pemerintah tahun 1950, karena waktu itu negara dalam keadaan tidak memiliki anggaran. Sehingga dipinjamkanlah melalui menteri keuangan,” sebutnya.
Dilanjutkan, beberapa kali diminta tidak dikembalikan. Bila dihitung-hitung sejak 1950 hingga sekarang dan bila dirupiah bernilai hampir Rp 60 miliar dan itu tidak dibayarkan, sehingga digugatlah.
“Untuk tergugat I Presiden RI, tergugat II Menteri Keuangan RI, dan turut tergugat III DPR RI. Dalam sidang tersebut, telah datang kuasa hukumnya. Kalau presiden kuasa hukumnya jaksa agung, namun dilegasikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat (Sumbar). Sedangkan Menteri Keuangan RI, diwakili oleh kuasa hukumnya dari Kementerian Keuangan yang ada perwakilan di Sumbar, sementara ketua DPR RI diwakili oleh komisi III biro hukum,” lanjutnya.
Dr Amiziduhu Mendrofa, menuturkan, terjadinya pinjam meminjam pada saat itu berada di Padang. Ia berharap, agar kepada Presiden RI, Menteri Keuangan RI, dan Ketua DPR, untuk datang memberikan mencari solusi yang terbaik.
“Gugatan perdata ini diajukan ke pengadilan mana saja, boleh dilakukan oleh penggugat, boleh juga dilakukan kepada tergugat, karena penggugat berada di Padang, maka dilakukanlah di Padang,” imbuhnya. (hen)
