SOLOK, METRO–Kepergok menjual bagian tubuh satwa dilindungi, seorang wali nagari di Kabupaten Solok, ditangkap tim gabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Polres Kota Solok saat menunggu pembeli di rumah makan Jalan Raya Solok-Bukittinggi, Nagari Sumani, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok, Rabu (8/12) sekitar pukul 14.45 WIB.
Selain oknum wali nagari berinisial AR (44) yang diduga merupakan otak pelaku, tim gabungan juga meringkus dua rekannya berinisial HP (33) dan RS (42). Bahkan, dari hasil penangkapan itu, petugas menyita barang bukti bagian tubuh satwa dilindungi berupa kulit dan tulang beruang, serta sisik trenggiling.
Kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono mengatakan, pengungkapan kasus ini berawal dari informasi masyarakat tentang akan adanya rencana transaksi jual beli bagian-bagian tubuh satwa liar dilindungi di wilayah Kabupaten Solok yang didalangi oleh oknum wali nagari berinsial AR.
“Berdasarkan informasi itu, tim yang terdiri dari Balai KSDA Sumbar, Balai Gakkum LHK Wil Sumatra Seksi Wilayah II dan Polres Solok melakukan operasi penindakan. Para pelaku saat ini telah diamankan di Kantor Satreskrim Polres Solok Kota untuk dilakukan pemeriksaan dan proses hukum lebih lanjut,” ujar Ardi, Kamis (9/12).
Ardi melanjutkan, saat dilakukan penindakan, pihaknya menangkap AR bersama dua rekannya. Mereka ditangkap saat sedang berada di rumah makan menunggu pembelinya di Jalan Raya Solok-Bukittinggi, Kecamatan X Koto Singkarak. Dugaan sementara, AR merupakan otak pelaku yang juga salah seorang Wali Nagari di Kabupaten Solok.
“Bersama pelaku turut diamankan barang bukti berupa satu lembar kulit beruang, satu kantong tulang beruang yang disimpan dalam karung, beberapa bungkusan plastik berisi sisik trenggiling dan satu unit mobil yang digunakan para pelaku,” ujar Ardi.
Dikatakan Ardi, saat ini ketiga para pelaku telah diamankan di Kantor Satreskrim Polres Solok Kota untuk dilakukan pemeriksaan dan proses hukum lebih lanjut. Tim masih terus bekerja mendalami informasi, dan tidak tertutup kemungkinan adanya para pelaku lain.
“Pelaku diduga melanggar Pasal 21 ayat 2 huruf d jo Pasal 40 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah,” pungkasnya. (vko)
