PADANG, METRO–Sekretaris Komisi 1 DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), HM Nurnas mengatakan, Komisi Informasi (KI) Provinsi Sumbar hadir melaksanakan amanah Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Salah satu fungsi hadirnya KI Sumbar ini menurutnya, melahirkan keterbukaan informasi. Terutama bagi badan publik yang menggunakan uang rakyat.
“Dengan terbuka maka terjadi keamanan. Sehingga uang negara tidak dimaling. Dengan keterbukaan informasi, maka KI Sumbar sangat berperan memutus rantai dari penggunaan uang yang salah oleh badan publik,” tegas Nurnas saat tampil sebagai pembicara pada Workshop Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik Sumbar, Sabtu (27/11) di Padang.
Setelah lahirnya Komisi Informasi (KI) di Provinsi Sumbar juga ada Forum Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik (FJKIP) yang sekarang berganti nama Perkumpulan Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik (PJKIP) Sumbar. Perkumpulan ini ternyata hanya ada di Sumbar satu satunya di Indonesia.
“Lahirnya FJKIP atau PJKIP ini menjadi garda terdepan untuk mendobrak keterbukaan informasi di Sumbar. Harus ada tulisan dari perkumpulan ini yang memancing OPD di Pemprov Sumbar, bahwa keterbukaan itu menjadi sebuah keharusan,” ujar Nurnas.
Nurnas mengaku sangat miris dengan kondisi Sumbar saat ini. Di mana lebih dari 50 persen Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pembantu di OPD Pemprov Sumbar tidak mau menyampaikan keterbukaan informasi. FJKIP atau PJKIP Sumbar menurut Nurnas harus bisa kritisi kondisi ini.
“Perbaiki masalah keterbukaan informasi oleh badan publik ini. Padahal, UU Nomor 14 Tahun 2008, ada pidana terkait masalah keterbukaan. KI bahkan juga diminta keterangan jika ada pelaporan masyarakat terkait kasus-kasus yang ditangani aparat hukum,” tegasnya.
Keterbukaan menjadi suatu keharusan. Tapi punya tatanan aturan. Termasuk juga dalam pengadaan barang yang dilakukan oleh badan publik. KI menurut Nurnas, tidak hanya sekedar melakukan sidang sengketa. Tapi juga ada tugas edukasi tentang keterbukaan. “Ke depan dalam gabungan organisasi, FJKIP/PKJIP harus memberikan dukungan memassifkan dan membumikan keterbukaan,” tegasnya.
Tidak hanya masalah keterbukaan informasi yang dilakukan badan publik. Nurnas juga menyorot masalah keterbukaan informasi di daerah- daerah yang tidak mampu dijangkau dan tidak dapat diakses oleh IT. “Masalah keterbukaan tidak hanya sebatas omongan tapi dimassifkan. Selagi menggunakan uang rakyat maka harus ada keterbukaan informasi,” tegasnya.
Sementara, Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) Provinsi Sumbar, Jasman Rizal mengungkapkan, Provinsi Sumbar sekarang menagertkan dapat meraih prediket menuju informatif. Sebelumnya, prediket yang diraih hanya cukup informatif.
Untuk mewujudkan target tersebut, kuncinya ada PPID. ‘Untuk meminta informasi kepada PPID itu sangat susah sekali. Bahkan sudah disurati. Padahal tidak ada lagi rahasia dalam anggaran. Era keterbukaan informasi saat ini apa memang kita sudah terbuka,” terangnya.
Jasman meminta agar KI Sumbar dapat melakukan sosialisasi ke seluruh lini terkait arti penting keterbukaan informasi. Apalagi saat ini ada big data yang akan disiapkan Diskominfotik Sumbar, melalui bidang statistik. “Melalui big data ini akan siapkan database pembangunan. Satu nagari statistik, ada satu kecamatan statistik dan kabupaten statistic hingga provinsi statistik,” ungkapnya.
Pengamat Keterbukaan Informasi dari Universitas Andalas (Unand), Ilham Aldelano Azre mengatakan, masalah mendasar keterbukaan informasi di Provinsi Sumbar saat ini adalah paradigma keterbukaan informasi belum menjadi kebutuhan.
Keterbukaan informasi masih tergantung figur. Belum menjadi agenda dan prioritas bersama. “Kita masih tergantung pada individu. Kita tidak mampu mendorong sistem yang informatif,” ungkap Azre.
Azre mengatakan, penilaian keterbukaan informasi saat ini hanya pada aspek informatif saja. Menurutnya, harusnya jadi roh keterbukaan informasi ini. Pasalnya, ada keuntungan yang diperoleh melalui keterbukaan informasi. Yakni, demokrasi benefit, yakni partisipasi masyarakat akan meningkat dalam mengawasi proses kebijakan.
“Kebijakan yang melibatkan publik akan lebih baik. Ada mekanisme cek dan balance. Jika semua terbuka dan bisa diakses masyarakat. Budaya tertutup belum bisa berubah. Peran publik belum bisa mendapatkan arti dan nilai sesungguhnya keterbukaan informasi,” terangnya.
Dengan adanya Ranperda tentang Keterbukaan Informasi Publik, akan menjadi penilaian kinerja PPID pembantu nantinya. Azre berharap ada reward dan punishment. “Ada yang dipaksa dengan aturan dan partisipasi masyarakat akan muncul dengan sendirinya. Sekarang ini secara instrument tidak bisa memaksa badan publik. Masyarakat juga tidak punya kesadaran untuk menggunakan hak-haknya,” ungkapnya. (fan)
