PADANG, METRO – Penurunan hasil tangkapan ikan bilih para nelayan di Danau Singkarak, Kabupaten Solok, Sumbar berdampak kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) berbahan baku ikan bilih.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar, Yosmeri, mengatakan cukup banyak ikan bilih yang ada di Danau Singkarak itu, menjadi mata pencaharian yang menjanjikan. Hal ini mengingat harga ikan bilih tergolong cukup tinggi, jika dibandingkan dengan ikan jenis lainnya.
Ikan bilih dari hasil tangkapan nelayan saja, harganya bisa mencapai Rp70 ribu per kilogram. Harganya akan semakin mahal, bila diolah, seperti digoreng. Ikan bilih yang telah digoreng harganya bisa mencapai Rp120 ribu-Rp150 ribu per kilogram.
“Memang kita akui ikan bilih asli Singkarak sudah mulai sedikit jika dihitung dari hasil tangkapan nelayan. Hal ini berdampak kepada pengelolaan ikan bilih ini, sedikit hasil tangkapannya, maka sedikit pula hasil pengelolaan,” jelasnya, Jumat (18/10).
Yosmeri menyebutkan, menurunnya hasil tangkapan ikut bilih di Singkarak, karena saat ini mulai menjamurnya alat tangkap ikan secara ilegal, yakni menggunakan kapal bagan. Ditambah penangkapannya menggunakan mata waring yang sangat halus, sehingga membuat ikan ikan kecil turut terbawa dalam jaring.
“Mata waring itu sangat halus sekali, yaitu gunakan kain kelambu sehingga ikan kecil yang masih berupa anak ikan ikut tertangkap,” ungkapnya.
Menurut Yosmeri, dari hasil pengkajian, ikan bilih di lapangan yang tertangkap lebih dari 60 persen. Hal tersebut sudah tidak dapat diolah, karena sangat kecil hingga akhirnya terbuang saja. Sementara, ukuran ikan bilih saat ini hanya 5 hingga 10 cm. Padahal dulu bisa mencapai 5 hingga 15 cm,.
Yosmeri menyebutkan, karena ikan bilih turut dikelola oleh pelaku UMKM untuk memenuhi kebutuhan pasar, maka tak jarang ikan bilih itu didatangkan dari daerah lain, seperti ikan bilih yang ada di Danau Toba. Padahal, kondisi ikan bilih di Danau Toba juga mengalami penurunan, karena menangkap ikan juga menggunakan bagan.
“Jadi, UMKM pengolahan bilih memang menurun produksinya. Ada macam-macam produksinya, di antaranya bilih kering, bilih krispi, salai bilih dan bahkan bisa dibuat rendang bilih,” ungkapnya.
Yosmeri berharap, dengan akan adanya penertiban bagan yang nantinya akan dilakukan Satpol PP dan stakeholders pada tanggal 22 Oktober, akan berdampak kepada peningkatan jumlah ikan bilih di Singkarak, sehingga UMKM yang bergerak pada pengolahan ikan bilih juga akan meningkat kembali.
Kepala Dinas Satpol PP dan Damkar Sumbar, Zul Aliman mengatakan, saat ini jumlah bagan penangkap ikan bilih di sepanjang Danau Singkarak jumlahnya sudah ratusan. Setidaknya dari hitungan kasat mata yang dilakukan tim, jumlah bagan yang beraktivitas di Danau Singkarak jumlahnya berada di angka kisaran 435 bagan.
“Hal ini yang harus kita tertibkan, dan jumlah yang ratusan itu haruslah ditertibkan, agar ikan bilih ini tidak mengalami kepunahan. Apalagi, ikan bilih kecil-kecil yang masih akan terus berkembang,” katanya.
Zul Aliman menyebutkan, sebelum melakukan aksi penertiban pada Oktober ini, pihaknya sudah mensosialisasikan dan mengkomunikasikan, terkait rencana penertiban itu kepada stakeholders terkait di daerah dan juga warga setempat.
“Bahkan, sudah ada pemilik bagan yang membongkar bagannya. Ada 40 bagan yang telah dibongkar pemiliknya, itu yang ke arah Malalo,” ulasnya.
Untuk itu, pihaknya akan terus melakukan survei dan pemetaan bagan yang telah dibongkar pemiliknya, sehingga diharapkan sebelum penertiban, seluruh bagan yang ada di Danau Singkarak sudah terbongkar semua dan bersih. (mil)