PADANG, METRO–Perwakilan masyarakat Nagari Kapa, Kecamatan Luhak Nan Duo, Kabupaten Pasaman Barat mendatangi kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Senin (23/8). Mereka mengadukan konflik yang terjadi antara masyarakat adat dengan PT Permata Hijau Pasaman 1 (PHP 1) pascaditangkapnya empat orang warga.
Kuasa Hukum Deni Syaputra menjelaskan, konflik itu bermula ketidaksetujuan masyarakat untuk menyerahkan 1.600 hektare tanah ulayat ke perusahaan untuk dibangun perkebunan sawit sejak tahun 1997. Bahkan, perwakilan beberapa orang ninik mamak telah mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat, PT PHP dan beberapa ninik mamak lainnya.
“Gugatan itu saat ini sedang berproses hukum kasasi di Mahkamah Agung. Selama satu tahunan ini masyarakat menggunakan tanah ulayat itu untuk menanam jagung, pisang, ubi, cabe dan tanaman muda lainnya untuk bertahan hidup. Namun, pada 26 Juli 2021 pihak perusahaan melaporkan ke kepolisian atas dugaan pengrusakan dan pembakaran lahan,” ujarnya.
Atas pelaporan tersebut, kepolisian turun ke tempat kejadian perkara. Akibat diturunkannya masyarakat berkumpul dan mengkonfirmasi kedatangan anggota kepolisian hingga ditangkap dan ditahannya empat orang masyarakat ke Polda Sumbar.
“Awalnya keempat masyarakat ini, secara sukarela naik ke mobil polisi dengan alasan kepolisian akan berdialog dan memperlihatkan hak guna usaha (HGU) PT. PHP 1. Namun, keempat masyarakat dibawa ke Polda Sumbar untuk ditangkap dan ditahan sejak 5 Agustus,” ujarnya.
Lebih jauh Deni menjelaskan, keempat masyarakat diduga melanggar Pasal 335 ayat 1 ke 1 e KUHP dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Keempat masyarakat ini dituduh menghalangi atau melarang karyawan PT PHP 1 untuk melakukan penanaman kepala sawit dilokasi HGU miliki PT PHP yang terjadi pada 5 Agustus 2021.
Deni juga mengatakan, perwakilan masyarakat juga telah mengadu ke Komnas HAM Perwakilan Sumbar atas dugaan kriminalisasi terhadap empat orang masyarakat adat dan meminta dihentikan dugaan kekerasan yang terjadi di lapangan terhadap masyarakat.
Saat ini, kuasa hukum mengajukan praperadilan terhadap Polda Sumbar di Pengadilan Negeri Pasaman Barat. Praperadilan diajukan akibat dugaan kesalahan prosedur dalam proses penangkapan keempat orang masyarakat ini,” katanya.
Hari ini pun, sambung Deni, di lapangan terjadi kericuhan dengan kedatangan anggota kepolisian yang diduga melakukan pembekingan terhadap penanaman yang dilakukan oleh PT PHP 1. Akibatnya satu orang perempuan mendapatkan kekerasan yang diduga dilakukan oleh orang perusahaan.
Sementara itu, salah satu perwakilan ninik mamak M. Nazif Dt. Rangkayo Mulia mengatakan, semestinya dalam permasalahan ini, anggota kepolisian mengambil sikap netral untuk mencegah terjadinya kekerasan di lapangan.
“Polisi semestinya menjadi pengayom masyarakat bukan malah sebaliknya,” ujarnya.
Ditambahkannya, kepolisian mesti menghargai proses hukum yang sedang berlangsung di Mahkamah Agung terkait konflik tanah yang sedang berproses hukum saat ini.
Penurunan anggota kepolisian akan berdampak buruk dapat mengakibatkan konflik yang lebih besar dan luas lagi, sehingga urgen untuk menarik mundur anggota kepolisian dari lapangan. “Semestinya perusahaan dapat melakukan upaya-upaya secara prosedur hukum formal yang menghargai hak-hak masyarakat,” ujarnya. (rom)