JATI, METRO–Besarnya pungutan uang komite di sekolah-sekolah SMA dan SMK di Kota Padang sangat membenahi orang tua siswa. Apalagi di masa pandemi ini, bagi masyarakat yang tak punya, angka tersebut cukup besar. Mereka meminta pemerintah untuk arif dan menertibkan sekolah yang memungut uang komite secara berlebihan.
Seperti yang dikeluhkan salah seorang orang tua murid. Anaknya bersekolah di sebuah SMK yang ada di kawasan Jati, Kota Padang. Setiap orang tua siswa di sekolah kejuruan favorit tersebut, uang komite dipungut Rp200 ribu per siswa/bulan. Jika dikalikan setahun, masing-masing anak akan membayar sebesar Rp2.400.000.
Jika dalam satu sekolah mempunyai 700 orang siswa, maka total uang komite yang terkumpul berjumlah Rp1,68 miliar per tahun.
“Pertanyaannya, untuk apa uang komite tersebut dikumpulkan hingga miliaran rupiah dan bagaimana bentuk pertanggungjawabannya,” tandas orangtua yang meminta namanya tidak disebutkan ini.
Sementara di satu sisi menurutnya, sekolah negeri adalah tanggung jawab sepenuhnya oleh pemerintah. Anehnya lagi, kata dia, uang komite tersebut disangkut pautkan dengan pengambilan nomor ujian, raport dan pengambilan ijazah.
“Apabila tidak bayar uang komite, gak dapat nomor ujian, gak bisa terima rapor dan dipersulit dalam pengambilan ijazah. itu yang terjadi,” katanya.
Persoalan ini, kata dia, patut menjadi pembahasan bagi semua masyarakat di Sumbar.
Orangtua lainnya, Maya (43) juga melontarkan keluhan yang sama. Bagi orang berduit, mungkin dibebani uang komite sebesar itu tiap bulan tak masalah. Tapi bagi orang tua yang miskin atau tak mampu, pasti mereka tak sanggup. Pihak sekolah selalu memberi alas, bagi orang tua yang tak mampu bayar, tidak usah bayar. Tapi pada kenyataanya, orangtua tetap dituntut untuk membayarnya.
“Alasannya saja tak wajib bayar, pada kenyataanya diwajibkan juga,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Adib Alfikri mengatakan, Dinas Pendidikan tidak ada sangkut pautnya dengan pemungutan uang komite. Uang komite adalah kesepakatan antara orangtua dan komite sekolah untuk memajukan sekolah dengan program-program yang tidak dibiayai secara cukup oleh pemerintah.
Ia mencontohkan untuk pembelian komputer. Mungkin pemerintah melalui sekolah hanya menyediakan 30 unit saja. Sementara jumlah anak sebanyak 90 orang. Jelas itu tidak akan cukup. Dan uang komite dipergunakan untul hal-hal seperti itu.
Namun pada prinsipnya, kata Adib tak ada paksaan untuk membayar komite, karena itu adalah sumbangan. Bagi orangtua yang tidak mampu diharapkan membicarakan lagi dengan komite sekolah. Dan komite tidak harus bisa pula melihat dan menimbang kondisi yang ada saat ini.
“Artinya, bagi orang tua yang tak mampu, kan bisa melapor ke komite. Bicarakan lagi,” tandas Adib.
Yang jelas, terang dia, orang tua juga tak boleh lepas tangan untuk menunjang pendidikan anak. Semuanya butuh biaya. Apalagi tak semua program sekolah yang dibiayai pemerintah.
“Orang tua harus peduli juga terhadap pendidikan anak. Kalau ingin anaknya maju, semuanya butuh biaya. Misalnya program sekolah ada 10, yang dibiayai pemerintah cuma 6. Program yang empat lagi, tentu dari komite itu,” tandas Adib. (tin)