PADANG, METRO–Sidang perkara penipuan dan penggelapan investasi lahan tanah seluas 765 hektare di Kota Padang dengan terdakwa Delfi Andri dan Eko Malla Asykar kembali di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Padang, Kamis (1/7).
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar menghadirkan lima orang saksi yakni Mario Eka Syaputra dan Elsi Fitrianti dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Padang.
Lalu saksi dari Ahli Waris Usoeus Abdul Wahab, Ahli Waris Sutakat Nofrizal, dan Edi Surya yang merupakan perantara pembelian apartemen milik Terdakwa Eko (berkas terpisah) di Kalibata City, Jakarta Selatan.
Dalam sidang tersebut, terungkap bahwa tanah seluas 765 hektar di empat kelurahan yakni Kelurahan Air Pacah, Dadok Tunggul Hitam, Ikur Koto, dan Kelurahan Bungo Pasang, Kecamatan Koto Tangah yang diklaim milik Kaum Maboet lalu dijual oleh Terdakwa Delfi dan Eko kepada korban, ternyata hanya seluas 1,3 hektar.
Dari keterangan Saksi Elsi dari BPN Kota Padang, pihaknya pernah melihat Putusan Landraad ( pengadilan zaman Belanda) dan terdapat batas-batas tanah. “Lokasi tanah itu, hanya berada dikawasan Tunggul Hitam, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang,” kata Elsi.
Dia menambahkan, almarhum Lehar pernah mengajukan permohonan pengurus tanah ke BPN Padang pada tahun 2016 atas dasar tuntutan Landraad “Namun berkas tersebut dikembalikan dan tidak bisa diproses dan dikembalikan 1 April 2020 lalu,” sebut Elsi.
Hal senada disampaikan Saksi Mario dari BPN Padang. Sementara saksi lainnya, Abdul Wahab yang merupakan Ahli Waris Usoeus mengatakan, Putusan Landraad Tahun 1931 pernah digugat oleh Maboet.
“MKW Lehar mengklaim tanah seluas 765 hektar pernah mendengar. Akan tetapi faktanya tidak ada tanah luasnya segitu. itu tidak benar,” ujarnya.
Sepengetahuannya, kata Wahab, tanah Lehar dan Maboet hanya di berada di kawasan Dadok Tunggul Hitam, Kecamatan Koto Tangah dengan luas tanah 2,5 hektar.
“Saat diukur kembali saat proyek pengendalian banjir ternyata luasnya hanya sekitar 1,3 hektar. Sedangkan yang di Bungo Pasang, Air Pacah, dan Ikur Koto, yang diklaim almarhum Lehar dan kawan-kawannya, itu tidak masuk,” sebutnya.
Keterangan serupa juga diungkapkan Saksi Novrizal yang merupakan Ahli Waris Sitakat. Dia menyebut bahwa tanah Maboet hanya seluas 1,3 hektar berada di Kawasan Tunggul Hitam.
Namun ia menyebut, tidak tahu menahu soal tanah yang hanya seluas 1,3 hektar itu lalu diklaim Terdakwa Delfi dan Terdakwa Eko seluas 765 hektar itu dijual. Sehingga menimbulkan kasus penipuan penjualan dan penggelapan investasi tanah yang merugikan banyak pihak tersebut.
Sementara Saksi Edi Surya memberikan keterangan pembenaran bahwa Terdakwa Eko memiliki dua unit apartemen senilai Rp 900 juta di kawasan Kalibata City, Jakarta Selatan. Apartemen itu, dibeli secara bertahap sejak April 2019 lalu.
“Saya ditugaskan Eko mencarikan apartemen. Dan saya terima uang 140 juta buat maintenance apartemennya. Saya tidak tahu tentang perkara ini karena Eko mengaku berprofesi jual beli tanah di Padang,” katanya.
Seusai mendengarkan keterangan para saksi, Ketua Majelis Hakim Asni Meriyenti didampaingi Hakim Anggota Khairulludin dan Ade Zulfiana Sari, menunda sidang. Sidang akan kembali dilanjutkan Senin (5/7) mendatang.
Sebelumnya JPU Tommy Busnarma, Miszuarty, dan Afridel Cs mendakwa Terdakwa Delfi dan Eko telah melakukan penipuan dan penggelapan investasi lahan tanah seluas 765 hektar di Kota Padang.
Akibat perbuatannya, korban berinisial AS mengalami kerugian sebesar Rp 20 miliar. Kedua terdakwa diancam pidana karena telah melanggar Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (hen)
