SUDIRMAN, METRO
Polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran baru SMA/SMK, membuat para orang tua menjadi bingung. Pasalnya, penerimaan siswa baru pada tahun ini, berbeda dengan tahun sebelumnya, yang menggunakan sistem nilai.
Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Adib Alfikri mengatakan, pada tahun ini penerimaan siswa baru menggunakan zonasi. “Tahun ini menggunakan zonasi (jarak rumah dengan sekolah) dan itu merupakan kebijakan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), bukan dari pemerintah daerah yang membuatnya,” katanya, Senin (13/7) kepada awak media.
Ia mengakui, banyak kendala yang dihadapi selama masa proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) bergulir. Akan tetapi dari semua masalah, masih ada jalan keluar dan solusinya.
“Ada perubahan kebijakan secara nasional terkait penerimaan siswa baru di SMA dan SMK, memakai sistem zonasi. Tahun ini murni menerapkan kebijakan dari pusat, Permendikbud dengan memberlakukan sistem zonasi tempat tinggal,” terangnya.
Diakuinya, untuk PPDB memang banyak masalah, namun hal tersebut kebijakan dari Kemendikbud. Dijelaskannya, memasuki tahun ajaran baru, para siswa melakukan pembelajarannya, melalui tatap maya, tatap muka, dan gabungan dari tatap muka kepada tatap maya.
“Sekolah yang dibolehkan buka adalah yang masuk kepada zona hijau. Dan dibolehkan untuk tatap muka, namun di luar zona hijau, menggunakan tatap maya,”imbuhnya.
Ia menyebutkan, untuk tatap maya, para guru datang ke sekolah dan guru melakukan pengajaran melalui online, sedangkan siswa dapat berada di rumah. Bila siswa tidak memiliki ponsel android, maka dapat membentuk kelompok belajar di rumah bersama teman-teman, dan guru menyampaikan materi melalui online.
Ia mengatakan, kebijakan zonasi bukan kebijakan daerah. Akan tetapi seakan akan kebijakan ini adalah karena daerah. Padahal itu peraturan menteri yang buat, bukan Gubernur Sumbar maupun kepala Dinas Pendidikan Sumbar.
Kata Adib, zaman Mendikbud Muhadjir Efendi sebenarnya sudah diimbau untuk dilaksanakan. Namun belum bisa dilaksanakan sepenuhnya, karena banyak potensi yang sudah diprediksi.
“Tahun lalu kita zonasi juga tapi zonasi kabupaten kota. Masih ditorelansi oleh Kemendikbud. Tahun ini tidak bisa lagi seperti itu, terpaksa kita jalankan aturan dari Kementerian Pendidikan,” sebutnya.
Diterangkannya, yang dimaksud jalur zonasi adalah jalur yang diatur dengan jarak tempat tinggal sekolah. Ukurannya diatur oleh jarak melalui google. Jalur afirmasi berdasarkan kartu yang dikeluarkan pemerintah. Jalur prestasi ada tiga kategori yaitu prestasi akademik, non akademik, dan Tahfiz Quran.
Kemudian, jalur perpindahan orang tua antar kota maupun provinsi dibuktikan dengan surat perpindahan orang tua siswa. “Nah presentase ini banyak masyarakat yang tidak tahu hal ini,” pungkasnya.
Disisi lain ungkapnya, Dinas Pendidikan Sumbar saat ini sedang mencarikan solusi untuk siswa yang masuk dalam zona blank zone. Dengan harapan mereka yang berada di zona ini bisa masuk ke sekolah negeri.
“Blank zone terjadi karena kapasitas daya tampung sekolah sangat terbatas, setelah dihitung, per zona rata- rata siswa yang sekolah di zona hanya 1 km. Masyarakat berada di radius lebih dari 1 km, masuk blank zone,” bebernya.
Lebih lanjut, Adib Alfikri mengatakan, blank zone terjadi disebabkan oleh pertumbuhan sekolah tidak simetris dengan pertumbuhan penduduk. Terasa sekali di Kota Padang. “Ada tiga opsi yang kita ajukan sebelumnya kepada Kementerian Pendidikan, mana yang diizinkan untuk dilaksanakan,” sebutnya.
Ia menuturkan, opsi pertama kata Adib adalah memaksimalkan daya tampung sekolah. Jika sebelumnya daya tampung 35 sampai 36 orang, dimaksimalkan menjadi 40 orang. Opsi kedua adalah menambah rombongan belajar, serta ketiga membuka sekolah baru.
“Baru kita dapat informasi dari Bapak Gubernur dan sudah dapat izin prinsip, yang dibolehkan hanya memaksimalkan daya tampung kelas. Opsi kedua dan ketiga tidak bisa kita laksanakan, karena tak mendapat izin dari pusat,” kata Adib.
Adib memastikan , apabila nanti kebijakan maksimalkan daya tampung kelas jadi dilaksanakan, maka Dinas Pendidikan Sumbar sudah siapkan 44 sekolah untuk di optimalisasi.
“Kita sudah buat perencanaan kapan dilaksanakan. Saat ini menunggu izin tertulis dari Kementerian Pendidikan sebagai dasar hukum. Kalau itu tidak ada, belum bisa jalan,” ungkap Adib.
Sebenarnya sebut Adib, sekolah negeri tidak hanya SMA, bahkan juga ada sekolah SMK. Sekolah SMK ini malah daya tampungnya masih banyak tersedia. “Jadi siswa juga bisa masuk ke SMK sebagai sekolah alternatif. Kapasitas untuk masuk SMK masih banyak,” tandasnya. (cr1)