Di bawah guyuran hujan, puluhan anggota Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Sumbar, berorasi di depan Mapolda Sumbar, Jumat (11/11) siang. HMI Sumbar menyebut, aksi 4 November adalah gerakan murni agar penegakan hukum terhadap kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaya Purnama (Ahok).
PADANG, METRO–Di bawah guyuran hujan, puluhan anggota Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Sumbar, berorasi di depan Mapolda Sumbar. Mereka menyebut, jika HMI bukan organisasi mahasiswa yang anarkis. HMI Sumbar menyebut, aksi 4 November adalah gerakan murni agar penegakan hukum terhadap kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaya Purnama (Ahok).
Sebelum sampai di Mapolda, para mahasiswa melakukan longmarch dari kantor Sekretariat HMI Sumbar menuju Mapolda. Aksi yang dilakukan HMI itu paska ditangkapnya Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Ami Jaya dan beberapa kader lainnya oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya.
“Hati-hati, hati-hati provokasi,” ucapan itu disorakkan oleh para pendemo saat sampai di depan Mapolda Sumbar. Selanjutnya, para mahasiswa tersebut lansung melakukan orasinya dengan pengawalan ketat ratusan personel kepolisian.
Dalam orasi, para mahasiswa tersebut menjelaskan bahwa pihaknya tidak melakukan aksi demo yang anarkis seperti yang dituduhkan kepada Sekjen PB HMI dan beberapa kader lainnya. Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa HMI bukan organisasi anarkis.
”Kami hanya menginginkan suara kami didengar, tidak dengan melakukan kekerasan. HMI adalah massa yang baik, kami tidak pernah anarkis dalam melakukan aksi,” ujar orator yang merupakan Ketua HMI Cabang Padang, Nofria Atma Rizki.
Sementara itu, orator lain, Tommi F Habibi menyatakan, tujuh hal yang diyakini melenceng dari sistem pemerintahan saat ini dalam orasinya. Hal pertama yang dinyatakan oleh HMI Sumbar adalah bahwa aksi damai 4 November merupakan tindakan yang jelas dilindungi oleh undang-undang.
“Kami juga menyesalkan pernyataan Presiden Jokowi yang menyatakan adanya aktor politik yang menunggangi aksi 4 November tersebut,” ungkapnya.
Dijelaskan, aksi 4 November telah dilindungi undang-undang yaitu, dalam pasal 28 e ayat dua yang menyatakan, bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nurani. Selain itu, Aksi 4 November adalah gerakan murni agar penegakan hukum terhadap kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok).
Tommi F Habibi mengungkapkan, hal ketiga pernyatan adalah menyayangkan aparat kepolisian yang bersikap represif terhadap peserta aksi pada demo 4 November. Ia menyayangkan, sikap pimpinan Polda Metro Jaya yang mengeluarkan pernyataan provokatif dan tendensius, sehingga merugikan nama baik HMI.
”Hal keempat yang dinyatakan adalah mengecam penangkapan Sekjen PB HMI dan beberapa kader HMI yang dilakukan secara paksa oleh kepolisian. Hal kelima adalah penangkapan Sekjen PB HMI dan beberapa kader HMI merupakan bentuk pembungkaman demokrasi yang tidak sesuai dengan undang-undang dasar,” tuturnya.
Selanjutnya, menuntut penyelesaian proses hukum secara tegas dan transparan serta menolak segala bentuk pengalihan isu terhadap penistaan agama oleh Basuki Tjahaya Purnama. “Terakhir, mengajak seluruh kader HMI se- Sumatera Barat dan umat Islam untuk tenang dan tidak terprovokasi dengan isu yang tidak bertanggung jawab,” tutup Tommi F Habibi.
Pengacara: Penangkapan HMI Tak Manusiawi, Politis dan Aneh
Pengacara Kesatuan Aksi Keluarga Besar HMI, Syukur Mandar menyatakan penangkapan terhadap lima orang pengurus dan kader HMI oleh jajaran Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu, tidak manusiawi. “Proses penangkapan paksa dan penggerebekan di kantor HMI tak manusiawi. Penetapan tersangka kelima orang ini lebih pada tuduhan politis,” kata Syukur, saat bertemu Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Jumat (11/11).
Dia menyebutkan bahwa alat bukti yang digunakan penyidik Polda Metro sebagai dasar penetapan status tersangka, baik foto maupun video tidak menjelaskan secara detail subjek hukum yang dituduhkan.
“Sehingga, tidak memenuhi unsur formil seseorang jadi tersangka,” tegasnya.
Yang aneh lagi, lanjut Syukur, para kader HMI dituduh sebagai aktor intelektual dan provokator terjadi kericuhan pada malam 4 November. Sementara yang ditanyakan penyidik saat mereka diperiksa tidak mengarah pada peran selaku provokator.
”Pertanyaan-pertanyaan penyidik diarahkan ke sumber pembiayaan,” tambahnya.
Selain itu, selain mengadukan kesewenang-wenangan aparat kepolisian terhadap lima orang kader HMI, mereka juga menyampaikan pernyataan sikap terbaru seputar kejadian pascaaksi Bela Islam II 4 November 2016. (rg/jpnn)















