PADANG, METRO–Jonathan Nababan, kuasa hukum mamak kepala waris (MKW) Kaum Maboet, Lehar menyebutkan, meski penyelidikan dan penyidikan seluruh laporan Lehar Cs atas kepemilikan tanah di empat Kelurahan di Kecamatan Kototangah, Kota Padang tak membuat kepemilikan tanah Lehar berubah. Sampai hari ini, Lehar masih berhak atas lahan seluas 765 hektare yang tersebar di Kelurahan Dadok Tunggul Hitam, Bungo Pasang, Air Pacah dan Koto Panjang Ikur Koto (KPIK).
‘’Pekan lalu kami mendengar ada video conference Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil terkait tanah Kaum Maboet di Kototangah. Ada yang menyebut, tanah itu sekarang tidak milik Mak Lehar lagi, tentunya itu sangat salah. Yang disebutkan Kapolda Sumbar itu hanya soal kasus pidana saja, bukan perdata. Sementara kepemilikan tanah ini adalah perdata, dan belum ada perubahan sampai sekarang,’’ kata Jonathan, Minggu (26/4).
Menurut Jonathan, status tanah masih resmi milik Lehar karena sudah berkekuatan hukum tetap tentang adanya kepastian hukum. Apalagi, tanah itu merupakan tanah adat, bukan Tanah Eig Verponding 1794 (tanah Negara), seperti yang disampaikan Wali Kota Padang Mahyeldi berapa waktu lalu. ‘’Kami tegaskan, kita harus berpedoman pada putusan pengadilan terkait putusan perdata kepemilikan tanah, bukan pidana soal sengketa pidana tanah yang dihentikan,’’ katanya.
Dia mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Padang harus mencatat Putusan Pengadilan Negeri Padang dalam penentuan hak tanah terkait keperdataan dan tidak mengacu pada gelar apapun dalam menentukan hak tanah seseorang. Karena suatu saat akan menjadi bumerang pada BPN sendiri, karena bukan pada aturan yang semestinya.
‘’Setahu kami, penyidik harus menghargai dan berpedoman pada putusan Pengadilan dalam hak tanah seseorang karena masuk dalam ranah keperdataan di Pengadilan. Bukan berdasarkan Surat Menteri yang bukan putusan Pengadilan. Surat Menteri 20 April 2017 wajib Mengacu pada Putusan MA Tun No 114 Tahun 2004 di BPN Kota Padang pada Putusan Landrat No 90/1931 dan Peta Eksekusi Bo 35/1982,’’ sebut Jonathan.
Jonathan menyebutkan, jika Wako Padang atau pihak-pihak lain merasa resah dan tidak terima seharusnya melakukan gugatan ke PN Padang, karena ini adalah ranah perdata, bukan pidana. ‘’Sebelumnya Forum Tigo Sanding dan Abdul Wahab Cs telah melakukan gugatan terhadap MKW Lehar, ikut tergugat BPN. Hasilnya Putusan PN dan PT (Pengadilan Tinggi) Tahun 2018 dan 2019 menolak gugatan Forum Tigo Sanding dan Abdul Wahab Cs,’’ katanya.
Jonathan tak keberatan jika Pemko Padang atau Wako Padang menggugat MKW Lehar, agar mendapatkan kepastian hukum. ’’Jangan untuk kepentingan politik, sepertinya putusan Pengadilan Negeri Padang diobok-obok. Mak Lehar akan terus memperjuangkan hak tanah dengan mendatangi KPK, Komisi III DPR RI dan Mabes Polri. Akan membuat surat pengaduan atas pernyataan-pernyataan yang menyebutkan tanah ini tak lagi milik Lehar Cs, karena ada proses gugatan yang dihentikan Polda Sumbar,’’ katanya.
Selama ini, ujar Jonathan, MKW Lehar telah banyak berbuat baik kepada masyarakat sekitar dengan membagi-bagikan pelepasan hak atas tanah kepada masyarakat. ‘’Soal dibukanya blokir sertifikat tanah oleh BPN Padang, itu adalah hak dari BPN. Kami juga tidak merasa keberatan, silahkan saja,’’ kata Jonathan didampingi warga Aiapacah, Desman.
Jonathan mengatakan, yang dimaksud mafia atau calo saat rapat itu bukanlah tim Lehar Cs, melainkan oknum-oknum yang mengaku dari Pemda dan memaksa masyarakat mengurus sertifikat tanah kepada mereka. ‘’Kami bukan berhadapan dengan masyarakat tapi kami berhadapan dengan calo-calo tanah, oknum pejabat yang sudah menjual tanah kami. Mereka adakah mafia tanah yang harus diberantas itu,” sebut Jonathan.
Jonathan menyebut, Ditreskrimum atau penyidik Polda Sumbar telah mementahkan dan membatalkan lima Putusan Pengadilan dan dua berita acara PN Padang dengan cara gelar perkara dan penyidik menaikkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar. ‘’Kelimanya adalah Putusan MA tun 114 Tahun 2004, Berita Acara PN 2010, Berita Acara PN 2016, Putusan Praperadilan 2017 Tergugat Institusi Polri, Kapolri, Kapolda, Dirkrimum/ pengugat BPN Kota Padang dan kelima, Putusan PN 2018 dan Putusan PT 2019,’’ sebutnya.
Dia menilai, Polda berpedoman pada Surat Menteri Agraria poin 3. Tercantum dan mengacu pada batas Putusan Landrat no 90/1931 objek tanah di Kurao, Kecamatan Naggalo. Karena Surat Menteri 20 November 2017 tidak mencatumkan Amar Putusan Landrat no 90/1931 terkait ditolaknya Gugatan PT NV oleh Hakim Belanda. Yang mana objek tanah PT NV batas-batas dalam Putusan Landrat No 90/1931 sudah ditolak hakim Belanda. Tidak dapat dijadikan batas-natas tanah Kaum Maboet MKW Lehar.
‘’Kami menilai penyidik tidak berpedoman pada surat Pemda 2008, Surat Gelar 2013 di Kanwil BPN Sumbar dan pendapat Kejaksaan Tinggi. Juga harusnya perlu diundang ahli waris putusan landrat untuk menunjukkan batas-batas objek tanah. Terlebih dahulu harus meminta penetapan pengadilan. Artinya, yang sah menunjukkan batas Putusan Landrat No 90/1931 adalah ahli waris yang sah, yaitu MKW Lehar dan harus melalui penetapan Pengadilan dalam perkara perdata Landrat no 90/1931 dan Peta Eksekusi no 35 / 1982 di PN Padang,’’ tegasnya.
Selain itu, katanya, Polda tidak berpedoman pada Putusan MA Tun no 114 Tahun 2004 BPN Kota Padang. Para pihak A, Wahab sebagai penggugat BPN (pihak tergugat) tidak ada dalam ranji ahli waris Maboet. ‘’Penyidik gelar perkara 20 Maret 2020 di Polda mengacu pada Surat Menteri 20 April 2017 dan Pegawai BPN. Saksi A Wahab dan ahli waris batas Landrat di Kurao bersama-sama turun ke lapangan tgl 27 Maret 2020 dan BPN mengeluarkan peta bidang,’’ katanya.
Karena itulah, sebutnya, dasar gelar perkara Polda 20 Maret 2020 dan peta bidang 27 Maret 2020 BPN menjadikan objek pengadilan Error System untuk dasar mementahkan Putusan MA Tun no 114 Tahun 2004 (Putusan Landrat No 90/1931/ peta eksekusi No 35/1982. ‘’Padahal, lima oknum pegawai BPN sudah menjadi tersangka di Polda Sumbar dan udah berkekuatan hukum tetap menyusul ditolaknya Prapadilan BPN 2017. Akhirnya Ditkrimum Polda melakukan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara) tersangka lima oknum BPN karena tidak cukup bukti 16 April 2017,’’ katanya.
Sebelumnya Kapolda Sumbar Irjen Pol Toni Harmanto menegaskan menghentikan penyelidikan dan penyidikan seluruh laporan Lehar Cs atas kepemilikan tanah di empat kelurahan.
“Telah terjadi error in objecto di dalam berita acara Angkat Sita tahun 2010 dan Tunjuk Batas 2016 melalui peta gambar Panitera Pengadilan Negeri Padang yang digunakan Lehar Cs sebagai bukti dasar kepemilikan tanah di empat kelurahan tersebut. Dan bukti tersebut tidak cukup,” ungkap Kapolda saat video conference penyelesaian kasus tanah Lehar, Jumat, 17 April 2020 lalu.
Video conference tersebut diikuti langsung Menteri ATR/ Kepala BPN Sofyan Djalil beserta jajarannya; Tenaga Ahli Iing R. Sodikin Arifin, Direktur Jenderal Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah, Raden Bagus Agus Widjayanto, Staf Khusus Menteri Bidang Penanganan Sengketa Konflik Tanah dan Ruang, Hary Sudwijanto. Serta, Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, Kepala Kanwil BPN Sumbar, Saiful, dan Wali Kota Padang Mahyeldi. (r)