Laporan : Efanurza
Kota Pariaman
Program Malaysia Future Leaders School (MFLS) di Kota Pariaman tahun 2020 berlangsung meriah. Pasalnya anggota MFLS menampilkan berbagai jenis kebudayaannya melaluhi tari dan melakukan aksi turun lapangan melihat kondisi masyarakat Kota Pariaman. Program MFLS merupakan kegiatan dari Kementerian Belia dan Sukan (Pemuda dan Olahraga) Negara Malaysia. Lawatannya di Kota Pariaman, MFLS menggelar malam kebudayaan.
Ke 58 orang pelajar yang berasal dari Malaysia Future Leaders School (MFLS) juga mengadakan penanaman pohon mangrove yang ditempatkan disepanjang area mangrove Desa Apar Kecamatan Pariaman Utara Kota Pariaman. “Hari ini kami melaksanakan aksi menanam pohon mangrove di area mangrove. Ini salah satu bentuk kepedulian terhadap penghijauan di sepanjang pantai dan selain itu kegiatan ini merupakan salah satu aspek dalam melakukan penilaian terhadap 58 pelajar yang tergabung dalam MFLS,” kata Ketua Panita dari MFLS Abdul Rahman.
MFLS merupakan salah satu program dari Kementerian Belia dan Sukan (Pemuda dan Olahraga) Negara Malaysia, dimana ada 5 (lima) kegiatan yang dilakukan penilaian oleh MFLS sehingga dari jumlah pelajar yang tergabung dalam kunjungan ini akan disaring kembali untuk lanjut pada program berkutnya dan penanaman pohon mangrove merupakan kegiatan ke-3 (tiga) yaitu Asean Cultural Heritage Session (sesi warisan budaya asia). “Yang tergabung dalam kegiatan ketiga ini adalah 240 orang pelajar terbaik dari 37.000 pelajar yang ingin bergabung pada MFLS. Namun untuk kunjungan ke Kota Pariaman hanya 58 orang dan sisanya ada di 3 daerah lagi seperti India, Kamboja dan Aceh.
Setelah selesai kegiatan ini mereka akan dikumpulkan kembali di Kuala Lumpur dan akan dilakukan penjaringan sesuai dengan kerja dilapangan. Nantinya akan terpilihlah 100 orang terbaik yang akan lanjut pada program berikutnya di Jepang,” ujarnya.
Keberadaan hutan mangrove di Kota Pariaman sangat baik namun tetap dilaksanakan perawatan dan penanaman karena hutan mangrove dapat mengendapkan lumpur dan akar pohon sehingga dapat mencegah terjadinya intruksi air laut kedaratan. Hutan mangrove membantu mempercepat proses penguraian bahan kimia seperti minyak dan deterjen yang mencemari air laut, juga sebagai pengendali bencana, tempat penyimpanan air dan untuk mengurangi polusi pencegahan udara serta menjadi biota laut. “Kota Pariaman sangat indah dan masih berhasil menjaga adat istiadatnya. Banyak yang kami dapatkan pelajaran baru di Kota Pariaman, mulai dari saling menghargai satus ama lain, bagaimana menerima tamu dyang baik meskipun dari negara lainsampai kami juga mempelajari tradisi di Kota Pariaman,” ujarnya.
Ia berpesan kepada semua pelajar dan masyarakat lainnya yang ingin menanam pohon mengrove Agar penanaman pohon mangrove harus dilakukan dengan perasaan, cinta, dan kerja sama dari segenap masyarakat. Hal ini perlu dijaga agar ke depan mang¬rove berguna bagi anak dan cucu kita dari generasi ke generasi
Setelah itu mereka melakukan aksi bersih pantai disepanjang pantai Desa Apar Kecamatan Pariaman Utara. Ini merupkan hari ketiga dari agenda delegasi malaysia di Kota Pariaman, setelah sebelumnya melakukan MoU dengan DPD KNPI Kota Pariaman dalam rangka program Malaysia Leader Future School (MLFS) tahun 2020 dengan tema Asean Cultural Heritage.
Aksi bersih-bersih pantai ini dikomandoi oleh KNPI Kota Pariaman dan Komunitas Tabuik Diving Club (TDC) Pariaman. 58 pelajar belia MFLS tersebut didampingi oleh ketua rombongan, Abdul Rahman menyusuri pantai Desa Apar dengan masing-masing membawa kantong dan membersihkan pantai dari sampah-sampah yang berserakan. Kegiatan yang diberi nama Aksi Bersih Santai tersebut dimulai pukul pukul 9:30 WIB sampai menjelang sholat jumat.
Ketua rombongan MFLS, Abdul Rahman dalam aksi tersebut menyampaikan ini merupakan hari ketiga kita di Kota Pariaman. Hari ini kegiatan kita cukup banyak, pertama penanaman mangrove, aksi bersih pantai, melihat hutan mangrove dan konservasi penyu. Kemudian melihat kegiatan bajak sawah dan sekaligus menikmati wahana wisata yang ada di Desa Tungkal Selatan seperti sepeda gantung, flying fox dan balon udara.
Rahman juga memuji masyarakat Kota Pariaman yang ramah terhadap turis yang berkunjung kesini. “Terima kasih Kota Pariaman, telah menyambut hangat kami mulai dari awal kunjungan kesini. Kota Pariaman kota kecil yang indah, pesisir pantai dan pulau-pulaunya yang membentang indah menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung,” ungkapnya.
Selain itu, Kota Pariaman yang dijuluki kota tabuik ini juga memiliki banyak ikon wisatanya, mulai dari wisata edukasi, agro wisata serta atraksi seni budaya yang beragam. “Kami merasa beruntung memilih Kota Pariaman sebagai tempat belia MFLS belajar sambil berwisata. Diharapkan sepulang dari sini banyak pelajaran dan ilmu yang dibawa oleh anak-anak sesampainya di malaysia nanti,” ujarnya.
Ia juga berpesan kepada pelajarnya agar dapat menjaga pantai. Aksi bersih pantai semacam ini merupakan kesempatan dan sekaligus sarana edukasi yang efektif untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi kita untuk melakukan pengendalian pencemaran pesisir dan laut khususnya yang berasal dari laut.
MFLS merupakan salah satu program dari Kementerian Belia dan Sukan (Pemuda dan Olahraga) negara malaysia. Ada lima kegiatan yang dilakukan dalam penilaian MFLS ini dan aksi bersih pantai ini merupakan agenda keempat dari program Asean Cultural Heritage Session atau sesi warisan budaya asia.
Di tengah kemajuan teknologi sekarang ini yang serba menggunakan mesin, ternyata di Kota Pariaman masih ada petani yang membajak sawah dengan menggunakan kerbau.
Dia adalah Panil (41 tahun), warga Desa Cimparuh Kecamatan Pariaman Tengah Kota Pariaman, yang hinggga saat ini masih menggunakan kerbau dan bajak tradisional dalam mengolah sawah.
Panil atau yang akrab disapa uniang ini yang juga pemilik kerbau mengatakan, meski zaman sudah modern, namun menggarap sawah dengan menggunakan tenaga kerbau masih terus dilakoninya.
“Sudah banyak yang menggunakan mesin traktor, tapi membajak sawah dengan menggunakan kerbau lingkungan akan tetap lestari, di sisi lain juga untuk melestarikan budaya,” paparnya.
Menurutnya, tidak menutup kemungkinan di kemudian hari sudah tidak ada lagi yang membajak sawah dengan kerbau.
“Karena dengan membajak sawah menggunakan kerbau dan bajak tradisional ini diyakini akan mampu mempertahankan humus tanah dan menjaga kwalitas dari padi yang dihasilkan, tekstur lumpur pun lebih halus dan tidak tercemari oleh limpahan bahan bakar dan oli,” ujarnya.
Tak hanya untuk sawah pribadinya, Panil juga kesehariannya di saat memulai musim tanam juga memberikan jasanya kepada para petani yang sewaktu-waktu meminta jasanya untuk membajak sawah. Terkait kegiatannya membajak ini menjadi nilai seni dan atraksi wisata, Panil sangat mendukung upaya dari Pemko Pariaman untuk menggiatkan kembali kearifan lokal ini menjadi daya tarik kunjungan wisatawan ke Kota Pariaman. Bahkan, ia pun berniat, dengan antusiasnya para muda belia dari Malaysia ini melihat dan mencoba menunggangi kerbaunya di sawah, dalam waktu kedepan ia akan buatkan padati (gerobak gandeng) sebagai ciri khas lama dari pasangan kerbau yang telah disimbolkan Pemko Pariaman melalui Tugu Kabau Padati (Tugu Kerbau Pedati) yang berada di Simpang Jati Kota Pariaman. (***)


















