PASARRAYA, METRO – Ketua Komunitas Pedagang Pasar (KPP), H. Asril Manan menilai iven Permindo Night Market (PNM) hanya untuk kepentingan sekelompok orang. Acara ini dikatakan sebagai bentuk pengalihan atau pencabutan Perwako yang dituntut mati-matian oleh KPP.
“Yang jelas pedagang toko gelisah. Yang mereka butuhkan adalah membuka akses. Sekarang, malah menutupnya kembali dengan alasan pasar malam yang mampu mendatangkan banyak orang dan mengizinkan PKL berjualan di badan jalan,” sebut H Asril Manan di Pasar Raya Padang, Kamis (31/10).
Menurut dia, Permindo Night Market ini akan memancing pedagang kaki lima untuk datang lebih banyak lagi dan memadati jalan. Sementara di sisi lain, selama ini pedagang pertokoan sudah terzalimi dengan keberadaan mereka yang menutup akses jalan ke toko.
“Kami bukan anti pedagang kaki lima. Tapi selama ini perdagang toko sudah terzalimi karena akses jalan ditutup,” tandasnya.
Selama ini, KPP sudah terang-terangan meminta fasilitasi kepada Dinas Perdagangan hingga kepolisian untuk membuka akses jalan. Bahkan, pedagang telah meminta agar Perwako tentang pengaturan jam berjualan PKL ditutup, tapi tidak digubris.
Sementara, di sisi lain pedagang pertokoan, baik di jalan Permindo maupun Pasar Raya Barat sudah hampir mati karena tak berjual beli. Selama bertahun-tahun telah terjadi ketidakadilan pada pedagang pertokoan. Mereka diwajibkan membayar retribusi tiap bulannya, tapi pelayanan tidak pernah diberikan.
“Pasar tidak dibersihkan, akses dibiarkan tertutup. Sementara duit kami dipungut juga,” tandas ketua KPP yang mewadahi 12 OPS di Pasar Raya ini.
SPR dan Plasa Andalas, menurutnya adalah contoh pembangunan untuk kepentingan pribadi. “Kita berharap jangan terulang lagi. Coba berfikir jangka panjang,” tegas Asril Manan.
Selama ini, wali kota mengatakan apapun yang dibuat di pasar harus dengan kesepakatan dengan pedagang dan untuk kepentingan bersama. Bukan untuk kepentingan pribadi dan sekelompok orang.
“Jangan jadi pemimpin batu cincin, hanya untuk kepenting kelompok pengikatnya saja. Dan hanya mahal bagi orang orang berkepentinga dengan dirinya saja,” tukasnya.
“Namanya batu, dia buta melihat kebenaran, tuli mendengarkan keluhan keluhan masyarakat dan tuli dan tidak bisa menyampaikan yang benar dan apa yang salah,” pungkas Asril. (tin)