BUKITTINGGI, METRO – Memasuki sidang kelima kasus asusila terdakwa mantan pimpinan kantor cabang pembantu salah satu bank BUMN di Bukittinggi kembali digelar di Pengadilan Negeri Klas II B, Senin (21/10). Jaksa Penuntut Umum mendatangkan saksi korban utama yang sebelumnya tidak dapat hadir karena sakit dan trauma.
Sidang yang berlangsung dari pagi hingga siang tersebut berjalan alot. Karena tidak hanya mendatangkan saksi korban dalam sidang tersebut jiga menghadirkan saksi adat. Namun pihak korban merasa kecewa karena majelis hakim tidak mengizinkan menghadirikan pendamping bagi saksi korban dan membatasi keterangan yang disampaikan saksi korban terkait bukti atas perbuatan asusila terdakwa.
”Kami sangat kecewa dengan sikap majelis hakim yang tidak memberikan izin untuk menghadirkan pendamping bagi saksi korban. Serta membatasi keterangan saksi korban di saat persidangan,” ungkap pengacara korban, Tommy Missiniaki saat ditemui awak media, Senin (21/10).
Ia menjelaskan, sebelum persidangan pihak korban telah memberikan surat permohonan pendamping bagi saksi korban kepada majelis hakim melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU). Karena kondisi psikologis korban.
”Surat permohonan itu juga dilampirkan keterangan psikologis korban, surat keterangan lembaga perlindungan perempuan kota Bukittinggi, dan komnas perlindungan perempuan di pusat” katanya.
Ia menyebutkan meskinya majelis hakim mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung RI nomor 3 tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum pasal 9 yang menerangkan apabila perempuan berhadapan dengan hukum mengalami hambatan fisik dan psikis sehingga membutuhkan pendampingan maka hakim dapat menyarankan kepada perempuan berhadapan hukum untuk menghadirkan pendamping. Dan hakim dapat mengabulkan permintaan itu dengan menghadirkan pendamping.
”Namun pada sidang ini pihak majelis hakim menolak permohonan yang disampaikan korban,” katanya.
Dalam persidangan tersebut, sambungnya juga mendengarkan saksi adat dari KAN (Kerapatan Adat Nagari) dan LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) Kota Bukittinggi terkait tindakan asusila yang dialami korban.
”Saksi adat ini dihadirkan untuk menilai kasus asusila ini menurut adat. Dimana dengan jelas secara adat korban mengalami pelecehan terhadap yang bukan muhrimnya. Namun majelis hakim kembali membantah kalau itu bukan pelecehan seksual,” terangnya. (u)