DUKU, METRO – Selama ini perlintasan sebidang merupakan salah satu titik yang sering terjadi kecelakaan. Melihat fakta tersebut, Jajaran PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) Divre II Sumatera Barat (Sumbar) bersama instansi-instansi terkait melakukan sosialisasi di perlintasan sebidang antara perlintasan Padang-Duku dan Padang-Bukit Putus.
Dalam kesempatan ini, Jajaran PT KAI menggandeng pihak kepolisian, dinas perhubungan serta pemerintah daerah. Tak hanya imbauan untuk mematuhi aturan di perlintasan sebidang, di lokasi tersebut pihak kepolisian juga melakukan penegakan hukum.
Kegiatan KAI Divre II Sumbar ini juga dilakukan serentak di sejumlah perlintasan sebidang di Jawa dan Sumatera, Rabu,(18/9). Kepala PT KAI Divre II Sumbar, Insan Kesuma menjelaskan, kegiatan ini diharapkan menciptakan kesadaran masyarakat untuk menaati aturan lalu lintas di perlintasan sebidang semakin meningkat.
Perlintasan sebidang merupakan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan yang dibuat sebidang. Perlintasan sebidang tersebut muncul dikarenakan meningkatnya mobilitas masyarakat menggunakan kendaraan yang harus melintas atau berpotongan langsung dengan jalan kereta api.
“Oleh karena itu saya menghimbau masyarakat agar mendahulukan kereta yang lewat agar tidak ada lagi kasus masyarakat terdemper kereta api,” ucapnya.
Selama tahun 2019, di wilayah Divre II mencatat telah terjadi 14 kali kecelakaan yang mengakibatkan tujuh nyawa melayang. Salah satu tingginya angka kecelakaan pada perlintasan juga kerap terjadi lantaran tidak sedikit para pengendara yang tetap melaju meskipun sudah ada peringatan melalui sejumlah rambu yang terdapat pada perlintasan resmi.
Meskipun kewajiban terkait penyelesaian keberadaan di perlintasan sebidang bukan menjadi bagian dari tanggung jawab PT KAI selaku operator, namun untuk mengurangi kecelakaan dan meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang beberapa upaya telah dilakukan PT KAI.
Pada prosesnya langkah yang dilakukan KAI untuk keselamatan tersebut juga kerap mendapatkan penolakan dari masyarakat, dalam kondisi tersebut diperlukan langkah untuk mencari jalur alternatif bagi masyarakat yang harus disolusikan bersama oleh pemerintah pusat atau daerah. “Kami berharap, berkat kerja sama bersama, mari kita minimkan angka kecelakaan Kereta Api,” tegasnya.
Sesuai Undang Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 94 menyatakan bahwa, “(1) Untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup; (2) Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.” Divre II mencatat terdapat 25 perlintasan sebidang yang resmi dan 294 perlintasan sebidang yang tidak resmi.
Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 menyatakan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib: berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain; Mendahulukan kereta api, dan; Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.(fan)