Pembongkaran paksa lapak-lapak dan warung milik Pedagang Kaki Lima (PKL) serta pedagang ikan di kawasan Pantai Puruih berujung dengan perlawanan yang dilakukan pedagang. Seorang pedagang bahkan mengancam menggunakan dua bilah pisau cancang ikan kepada aparat.
PADANG, METRO–Pekikan histeris disertai cacian dan umpatan menggema di Pantai Puruih, Selasa (19/1) pagi. Perlawanan dengan pisau cancang ikan diperagakan oleh pemilik lapak-lapak nelayan, ketika derap kaki petugas bersiap untuk membuka lapak milik mereka.
Pedagang Kaki Lima (PKL) ini siap melawan aparat berseragam. Mereka tak takut, berharap tempat galeh mereka tak dibongkar. Karena itu adalah satu-satunya tempat mereka mencari rupiah agar asap dapur mengepul.
Selasa (19/1) adalah hari terakhir bagi para pemilik lapak, kios dan kedai yang ada di sepanjang Pantai Puruih untuk membongkar bangunannya. Jika masih belum dibongkar, tim gabungan Pemko bersama Pol PP, Dinas Pasar, TNI-AD dan TNI-AL siap “menyapu bersih” setiap bangunan yang masih ada.
Petugas menyingkirkan puluhan lapak-lapak nelayan, rumah makan dan minuman serta lapak PKL di sepanjang pinggiran Pantai Padang, yang menghubungkan jalan simpang Purus III dan simpang Ololadang, Kecamatan Padang Barat.
Pantauan POSMETRO di lokasi pembongkaran, para PKL tak takut rupanya dengan petugas berseragam. Nelayan, pedagang ikan melawan menghadang aparat dengan senjata yang biasa dipakai untuk menjual ikan.
”Sia nan nio maju, kasikolah,” kata M Jamil (50), pedagang ikan yang bereaksi keras menyikapi keinginan petugas membongkar lapaknya.
Sembari mengacungkan dua bilah pisau ke arah petugas, M Jamil terus berteriak dan melawan. Dua pisau membuat petugas mundur selangkah. Merasa terancam, salah seorang petugas Sabhara Polresta Padang menarik M Jamil dari dalam lapak, lalu mengunci dan menggiring pria itu ke arah truk milik aparat kepolisian.
Melihat rekannya dibawa ke dalam mobil polisi, puluhan nelayan dan pedagang ikan serta istri-istri nelayan di kawasan Puruih mendorong petugas, dan menariknya. Aksi tarik menarik pun terjadi antara polisi dan puluhan nelayan.
”Patangko hasil rapek indak ado pembongkaran dilakukan untuak pedagang ikan. Baru duo hari nan lewat rapeknyo di kantua Dinas Pariwisata. Tapi kini urang tu tibo nio ma angkek meja jo atoknyo. Padahal di siko kami ka mancari iduik,” ucap M Jamil.
M Jamil dan pedagang ikan lain sangat kecewa dengan janji yang sudah disampaikan Pemko Padang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar). Karena apa yang sudah dilakukan petugas tak sesuai dengan kesepakatan.
”Disuruahnyo awak pakai payuang. Kalau ikan iko kanai matohari tu disiram-siram taruih capek busuaknyo. Tolonglah pak iko dimangarati saketek,” teriak M Jamil kepada petugas.
Sementara, salah seorang nelayan M Rafiq yang biasa disapa Ibung mengaku kecewa dengan sikap Pemko yang membongkar paksa lapak-lapak milik mereka. Padahal, pedagang telah melakukan pembicaraan di kantor Disbudpar. Pedagang akan membongkarnya sendiri, bukan seperti ini, main paksa,” kata Ibung, ketua Nelayan Purus III, Kecamatan Padang Barat ini.
Menurutnya, tindakan Pemko dengan menggunakan kekuatan TNI, Polri dan Pol PP adalah tindakan tidak manusiawi. Seakan-akan tidak ada harga diri dari nelayan. Padahal, sebelumnya telah ada pembicaraan, kalau lapak-lapak ini akan dibongkar sendiri, tapi diberikan toleransi waktu. Akan tetapi, permintaan tersebut diacuhkan.
“Kami mendukung program pemerintah, tapi tidak seperti ini caranya. Sepertinya kami orang pinggiran ini adalah teroris di mata para pejabat. Kami bukan teroris, kami hanya ingin mencari makan untuk hidup,” ujar Ibung.
Meski mendapat protes keras dan perlawanan, ratusan petugas gabungan tetap menjalankan pembongkaran puluhan lapak-lapak, rumah makan dan minuman serta lapak PKL yang telah lama berdiri di sepanjang jalan Purus III dan Olo Ladang.
Di lokasi pembongkaran, Sekda Kota Padang Nasir Ahmad mengatakan, tidak ada peluang bagi para pedagang yang masih bertahan di lokasi yang harus disterilkan. Pasalnya, Pemko Padang telah menyediakan tempat representatif bagi pedagang untuk berjualan. Bahkan, Pemko telah menyediakan gerobak bagi pedagang, sehingga sore dan malam bisa berjualan.
“Bagi PKL sudah kita siapkan gerobak sehingga mereka boleh berdagang, demikian juga pedagang ikan dan pemilik rumah makan dan minuman. Pemko akan mengakomodir segala kebutuhan pedagang,” kata Nasir Ahmad.
Sementara itu Kepala Disbudpar Kota Padang Medi Iswandi mengatakan, pembongkaran lapak perlu dilakukan sebagai langkah pengelolaan wisata Pantai Padang. Sesuai kesepakatan pembongkaran tersebut maksimal atau batas terakhir, Senin, 18 Januari.
Selama ini bangunan dan pedagang di sepanjang pantai tidak memiliki izin dan tidak ada pungutan biaya retribusi. “Setidaknya 90 persen pendapatan asli daerah (PAD) tidak terpungut di lokasi itu, tapi saat ini bagaimana mengakomodir mereka, agar penyerapan pendapatan terserap,” pungkasnya.
Selain menggunakan kekuatan petugas, pemkot juga menurunkan alat berat mini ekskavator di lokasi pembongkaran. Supaya batu grib yang telah dibeton oleh pemilik rumah makan sebelumnya, bisa rata. (o)














