ADINEGORO, METRO -Anggota DPRRI terpilih asal Sumbar Andre Rosiade bersama Federasi Serikat Pekerja Semen se-Indonesia memenuhi panggilan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jakarta Pusat, Senin (26/8) pagi. Hal ini menunjukkan keseriusan Andre untuk membela rakyat Indonesia, terutama yang bekerja di bidang semen.
Andre Rosiade yang juga Wasekjen DPP Partai Gerindra itu mengatakan, pihaknya memberikan laporan berupa berkas untuk meminta KPPU segera melakukan penyelidikan dugaan predatory pricing atau banting harga yang dilakukan pabrik semen merek BUMN Cina, CONCH. Hal ini akan mengancam industri semen di Indonesia.
“Tadi saya didampingi temen-temen Federasi Serikat Semen Indonesia, sudah diperiksa memenuhi panggilan untuk klarifikasi dan kami sudah memberikan data-data yang dibutuhkan oleh pihak KPPU agar proses penyelidikannya bisa naik untuk bisa diproses oleh KPPU lebih lanjut,” kata Andre kepada wartawan di Kantor KPPU.
Ketua Harian DPP Ikatan Keluarta Minang (IKM) ini mengatakan, berdasarkan hasil pertemuan keduanya mendatangi kantor KPPU, ia dan serikat pekerja sudah memberikan gambaran kepada KPPU bahwa telah terjadi praktik Predatory Pricing berbisnis dengan sistem jual rugi.
“Dengan memberikan contoh-contoh banyak hal misalnya, kita tahu semen CONCH itu misalnya beli tinker ke Indocement di Citeureup, tapi yang menariknya dia beli tinker Indocement Citeureup tapi setelah diproses dan dijadikan semen. Harga jual lebih murah di Conch daripada Indocement sendiri, padahal 70 persen semen itu dihasilkan tinker, bayangkan bisa murah costnya, begitu murahnya,” lanjut mantan juru bicara Prabowo-Sandi ini.
Menurut Andre, kondisi tersebut tidak masuk akal. Maka dari itu ia memberikan data pada KPPU untuk menindaklanjuti adanya indikasi predatory pricing yang dilakukan PT CONCH. “Ini tidak masuk akal, data-data ini sudah diberikan, pekan depan kami akan memenuhi panggilan ulang untuk memberikan tambahan data sehingga memastikan penyidikan bisa berproses di KPPU. Kami ingin KPPU lebih serius menuntaskan masalah semen Tiongkok ini,” kata alumni SMAN 2 Padang ini.
Saat ini, kapasitas produksi pabrik semen mencapai 110 juta ton per tahun, sementara konsumsi semen hanya 75 juta ton per tahun. Produk semen pun menjadi kelebihan pasok. Dengan kapasitas berlebih mencapai 35 juta ton per tahun, kata dia, Indonesia tidak perlu membangun pabrik semen baru sampai 2030.
Hal itu karena ada kebijakan impor yang diterbitkan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita dan pemberian izin pembangunan pabrik yang diberikan Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di tengah kondisi semen yang sudah over supply.
Kondisi ini kemudian yang membuat sejumlah pabrik semen lokal tidak mengoperasikan semua pabriknya. Ia menambahkan, dugaan predatory pricing semen prinsipal merek China terjadi terlihat dari penjualan semen yang dihargai lebih murah dari semen lokal di pasaran. Untuk satu sak semen ukuran 50 kg, semen prinsipal merek China menjualnya dengan harga Rp42.000, sementara semen lokal jauh di atasnya dengan harga Rp51.000. (*/r)