PADANG, METRO – Langkah positif dilakukan oleh Polda Sumbar dalam upaya mencegah peredaran minuman keras di wilayah Sumatera Barat, ditandai dengan gencarnya penangkapan para pelaku pembuat miras maupun penjual miras ilegal. Bahkan, tercatat ada tiga pabrik minuman keras ilegal yang beromset ratusan juta setiap bulannya digerebek yang kemudian diproses hukum. Dirreskrimsus Polda Sumbar Kombes Pol Juda Nusa Putra mengatakan penindakan dan penegakan hukum yang dilakukan terhadap para pelaku pembuat maupun penjual miras ilegal, merupakan upaya untuk menekan tingginya tingkat peredaran miras di masyarakat. Pasalnya, miras selain berbahaya juga berdampak terhadap situasi Kamtibmas.
“Kita gencar melakukan penegakan hukum terhadap produksi miras ilegal dan penjualan miras, dilatarbelakangi maraknya peredaran miras di Sumbar. Tiga pabrik miras ilegal yang kita tangkap, dari hasil penyelidikan. Kita datangi dan periksa toko-toko penjual miras, dan ketahuan siapa yang menjadi pemasok, hingga kita temukan dimana tempat membuatnya,” kata Kombes Pol Juda.
Kombes Pol Juda menjelaskan tiga pabrik miras yang ditangkap, menghasilkan ribuan botol miras yang kemudian disalurkan ke toko-toko. Dengan pengungkapan kasus tersebut, dapat memutus mata rantai peredaran miras. Jika tidak ada lagi yang membuat, tentu tidak ada lagi beredar miras-miras ilegal di Sumatera Barat.
“Miras yang mereka produksi itu dibuat tanpa ada takaran yang jelas, dan bukan dilakukan oleh yang ahli atau profesional. Bahan-bahannya diracik sendiri dengan sedemikian rupa, dan kemudian dikemas dalam botol. Tentunya, miras yang mereka produksi sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh masyarakat,” ujar Kombes Pol Juda.
Selain menangkap pabrik, Kombes Pol Juda menegaskan pihaknya juga menangkap toko-toko yang membuat minuman oplosan. Dalam hal ini, toko-toko tersebut kedapatan mencampurkan berbagai macam minuman beralkohol dan kemudian mengemasnya dalam plastik. Miras yang biasa disebut dengan miras paket itu, sangat tren di kalangan masyarakat, padahal pencampuran seperti itu juga sangat berbahaya.
“Pencampuran seperti itu disebut minuman oplosan. Karena pencampura minuman juga tidak dilakukan oleh yang profesional. Sudah ada toko minuman yang kita proses hukum. Harapan kita, dengan penegakan hukum itu, masyarakat bisa teredukasi dan lebih sadar, untuk tidak mengkonsumsi miras,” ungkap Kombes Pol Juda.
Kombes Pol Juda menegaskan mulai dari importir, produksi, distributor, subdistributor, maupun pengecer harus ada izin SIUP-MB (Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol). Begitu pun juga dengan lokasi memperjualbelikan juga ada kentetuan. Jika pengecer atau di minimarket yang diperbolehkan hanya jual cuma golongan A, tetapi diatas golongan B-C tidak bisa lagi di minimarket.
“Terkait minuman beralkohol diatur dalam Perpres no 74 tahun 2013 dan Permendag no 20 tahun 2014 tentang peredaran perdagangan minuman beralkohol, termasuk juga Undang-undang Pemerintahan Daerah diatur bahwasanya izin itu include dengan fungsi pengawasan. Makanya ada perda berkaitan dengan perizinan kegiatan perdagangan minol, pengawasan peredarannya,” jelas Kombes Pol Juda
Kemudian Kombes Pol Juda menambahkan pedagang juga wajib membuat laporan kepada pemerintah daerah yang memberi izin, mengenai jumlah minuman yang diperjualbelikan, karena sesuai dengan ketentuan perpres minol termasuk dalam barang pengawasan. Kepolisian dalam hal ini bertindak apabila pada perdagangan minuman beralkohol tersebut ditemukan tindakan kriminal, yang dampaknya menimbulkan kriminalitas atau dilakukan pengoplosan, atau memperdagangkan, memproduksi minol tanpa izin.
“Tapi, kalau proses perdagangan di mana, pengawasannya, tidak kewenangan kepolisian, tetapi oleh kabupaten/kota. Barang kali fungsi pengawasan belum jalan, karena di fungsi pengawasan itu ada pelaporan, dia (pedagang) wajib lapor minuman yang masuk ke gudangnya, berapa stok minol di gudang itu harus jelas. Kalau yang melanggar dijerat pasal 139 atau pasal 142 Undang-undang RI No. 18 tahun 2012 tentang Pangan dan atau Pasal 62 ayat (1) junto pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-undang RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Ancaman hukumannya 5 tahun penjara,” pungkasnya. (rgr)